BAB
I
Pendahuluan
Orientalis
Menggugat Hadis
Sungguh telah banyak problem yang menimpa otentikan hadis, mulai dari persoalan ekternal, yakni aksi gugat mengugat yang datang dari kalangan non muslim (orientalis) maupun muslim sendiri, yang mempersolakan keberadaan hadis. Tokoh-tokoh yang mempersoalkan keberadaan hadis misalnya Ignas Goldziher dan Yosep Scahcht, dua orientalis ini sangat rajin mengkritik hadis (meragukan otentisitasnya).[1] dan Orientalis-orientalis lain yang akan dibahas di sub-bahasan
Adapun persoalan yang mengemukakan dari sisi
internal, adalah persoalan yang bersangkutan dari figur Nabi, sebagai figur
sentral. Sebagai Nabi akhir zaman, otomatis ajaran-ajaran beliau berlaku bagi
keseluruhan umat, dari berbagi tempat, waktu sampai pada akhir zaman, sementara
hadis itu sendiri turun pada kisaran kehidupan Nabi. Disamping itu tidak semua
hadis mempuyai asbab al-wurud, yang menyebabkan hadis bersifat umum atau
khusus. Dengan melihat kondisi yang melatar belakangi menculnya suatu hadis,
menjadikan sebuah hadis kadang difahami secara tekstual dan secara kontektual
Keberadaan Nabi dalam berbagai posisi dan fungsinya yang terkadang sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, sebagai utusan Allah, sebagai kepala negara, sebagai panglima perang, sebagai hakim dan lainya. Keberadan Rasulallah ini menjadi acuan bahwa untuk memahami hadis perlu dikaitkan dengan peran apa yang beliau ‘laksanakan’. Oleh karenaya penting sekali untuk mendudukan pemahaman hadis pada tempatnya yang proposional, kapan dipahami secara tekstual, kontektual, universl, temporal, situasional maupun lokal[2]. Itulah pentingnya mengenal ilmu penelitian hadis, hal ini akan memudahkan kita memahami hadis disamping itu kita juga bisa menilai kualitas hadis itu
Bab
II
Hadis
dan Citra Nabi Muhammad
di
dalam Pandangan Orientalis
1.
Kajian Orientalis
serta Pandangan Orientalis mengenai Hadis Nabi
Seorang Orientalis Yahudi
kelahiran Hungaria adalah Ignaz Goldziher yang sempat “nyantri” di Universitas al-Azhar
Kairo, Mesir selama kurang lebih setahun (1873-1874). Setelah kembali ke Eropa,
oleh rekan-rekannya ia dinobatkan sebagai orientalis yang paling mengerti tentang Islam, meskipun tulisan-tulisannya mengenai Islam sangat
negatif dan distortif, mengelirukan dan menyesatkan.
Pendapat Goldziher mengenai hadis “dari
sekian banyak hadis yang ada, sebagian besarnya atau keseluruhan hadis tidak
dapat dijamin keasliannya alias palsu dan, karena itu, tidak dapat dijadikan
sumber informasi mengenai sejarah awal Islam” dan menurut Goldziher
”hadis lebih merupakan refleksi interaksi dan konflik pelbagai aliran dan
kecenderungan yang muncul kemudian di kalangan masyarakat Muslim pada periode
kematangannya, ketimbang sebagai dokumen sejarah awal perkembangan Islam. Ini
berarti, menurutnya, hadis adalah produk buatan masyarakat Islam beberapa abad
setelah Nabi Muhammad SAW wafat, bukan berasal dan tidak asli dari beliau.”.[3]
Goldziher dalam bukunya al-Aqidah was-Syari’ah
fil-Islam (Aqidah dan Syariah dalam Islam)[4]
juga berkomentar sebagai berikut :
“Islam berkembang di
tangan para pengikutnya melalui cara-cara yang tidak dikenal oleh Muhammad di
masa hidupnya. Adapun cara yang mereka tempuh itu ialah menyebarluaskan hadis
buatan ulama dan ahli-ahli fiqh yang ingin menjadikan islam sebagai Agama yang
multi dimensi, komrehensif, dan mencakup segala aspek kehidupan.”[5]
“Ajaran-ajaran al-Quran
disempurnakan dan dijabarkan oleh himpunan hadis yang mutawatir. Meskipun
hadis-hadis ini tidak datang dari Nabi, namun dianggap sebagai asas Islam”.
“Banyak kalimat atau
perkataan atau kata-kata mutiara yang diambil dari kitab Perjanjian Lama dan
Baru, khutbah para pendeta, ajaran filsafat Yunani, kata-kata mutiara orang
Persi dan dari India yang semua itu mempunyai kedudukan yang sangat baik dalam
syari’at Islam melalui jalan yang disebut hadis.”
“Sesungguhnya
Rasulullah sendiri merasa kebingungan untuk menetapkan suatu hukum mengenai
problema yang terjadi di lingkungan masyarakatnya, apakah hal itu bileh dilakukan
atau tidak, sehingga Allah menurunkan wahyu menerangkan tentang dihapus atau
tidaknya hukum tersebut.”
“Sebenarnya hukum yang
ditetapkan di dalam al-Quran sedikit jumlahnya, dan tidak mungkin
hukum-hukumnya meliputi semua aspek kehidupan, misalnya al-Quran menyatakan
bahwa perbuatan syirik adalah dosa terbesar
yang pelakunya tidak akan diampuni oleh Allah (jika ia tidak bertaubat).
Syirik ini hanya terdapat dalam bidang aqidah semata-mata, tetapi kemudian
hadis Nabi memperluas ruang lingkup syirik ini, tidak hanya dalam bidang
aqidah, melainkan mencakup sejarah bidang ibadah, juga maslah riya yang tidak
ada sangkut pautnya dengan tauhid. Namun oleh Nabi dianggapnya sebagai
perbuatan syrik.”[6]
Pandangan Goldziher
tentang hadis Nabi ini diperkuat oleh Schot (seorang orientalis Jerman) dengan
perkataannya, “hadis-hadis itu itu sebenarnya hanyalah aturan-aturan yang
dibuat-buat untuk menegakkan mazhab fikh. Maksudnya, bahwa mazhab-mazhab fikh
itu ada terlebih dahulu, baru kemudian mereka
datangkan hadis-hadis untuk menguatkannya.” “sebenarnya, menurut Schot :
kitab-kitab hadis itu belum di dapati manusia kecuali sesudah masa Imam
Syafi’i. Ketika Imam Syfi’i menganggap hadis itu sebagai salah satu pokok
Agama, maka para pemalsu hadis berebutan untuk membuat hadis-hadis palsu guna
memperkuat madzhab mereka masing-masing
dan untuk membatalkan mazdhab mereka masing-masing dan untuk mebatalkan
madzhab yang bertentangan dengan madzhabnya.[7]
Adapun seperti Spanger,
Well, Dauzy, Meyer, Schot, dan Hamilton
Gibb tentang hadis Nabi yang terkesan mencela adalah sebagai berikut :
“Apa yang dikatakan hadis Nabi itu kebanyakan
bikinan orang semata-mata”. (Spranger).
”Sebagian dari hadis yang termuat dalam kitab
Shahih Bukhari tidak ada asalnya dan tidak dapat dipercaya.”(Meyer, Well,
Dauzy).
”Sanad hadis Nabi hanya
buatan belaka”. Yosef Schot, Well, Dauzy, Meyer, dan Hamilton Gibb.[8]
Menurut Hamilton Gibb
seorang antek imperialis yang sangat
keras memusuhi Islam mengatakan sebagai berikut :
”Sesungguhnya bangunan
pemikiran keagamaan dalam Islam, sebagian besar mengacu pada pemikiran
orang-orang jahiliyah tentang kepercayaan mereka terhadap perkara-perkara gaib,
dan semua itu diambil oleh Muhammad, kemudian dirubahnya mana yang mungkin
dapat dirubah, dan yang tidak dapat dirubah diabiarkannya sebagaiman adanya. Setelah itu dipergunakanlah untuk
menghiasi tata aturan Agama Islam serta untuk menegakkan aqidah dan pemikiran
keagamaan jika hal itu dipandang sesuai. Ketika Muhammad hendak meyebarkan
Agamanya kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, maka dimasukkan unsur-unsur
tata aturan jahiliyah itu ke dalam kandungan al-Quran.
Sedangkan hadis-hadis Nabi, merupakan kekuatan
yang ampuh untuk menegakkan agama Islam pada kurun pertama, padaha kebanyakan
hadis-hadis itu diambil oleh Muhammad dari ajaran agama kristen dan budha.”
(Hamilthon Gibb dalam bukunya Bunyatul Fikrid-dini fil Islam (Bangunan
Pemikiran Keagamaan dalam Islam).[9]
Selain Spanger, Well, Dauzy, Meyer,
Schot, dan Hamilton Gibb, para orientalis seperti William Muir, David
Samuel Margoliouth, Henri Lammens (misionaris Belgia) dan Leone Caetani
(misionaris Italia), Josef Horovitz Alfred Guillaume,[10] juga turut memberikan komentarnya tentang hadis Nabi
yaitu : .
ü Alois Sprenger, yang pertama kali mempersoalkan status
hadis dalam Islam. Dalam pendahuluan bukunya mengenai riwayat hidup dan ajaran
Nabi Muhammad SAW, misionaris asal Jerman yang pernah tinggal lama di India ini
mengklaim bahwa ”hadis merupakan kumpulan anekdot” (cerita-cerita bohong
tapi menarik).
ü William Muir, orientalis asal Inggris yang mengkaji
biografi Nabi Muhammad SAW dan sejarah perkembangan Islam. Menurutnya, “dalam
literatur hadis, nama Nabi Muhammad SAW sengaja dicatat untuk menutupi
bermacam-macam kebohongan dan keganjilan (“…the name of Mahomet was abused
to support all possible lies and absurdities”). Oleh sebab itu, menurutnya dari
empat ratus hadis yang dianggap shahih oleh Imam Bukhārī, paling tidak
separuhnya harus ditolak.
ü
David Samuel Margoliouth,
meragukan otentisitas hadis,pertama karena tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa hadis telah dicatat sejak zaman Nabi SAW, dan kedua karena lemahnya ingatan para perawinya.
ü
Henri Lammens
(misionaris Belgia) dan Leone Caetani (misionaris Italia) “menganggap
isnād muncul jauh setelah matan hadis ada dan merupakan fenomena internal dalam
sejarah perkembangan Islam”.
ü Josef Horovitz berspekulasi bahwa “sistem periwayatan
hadits secara berantai (isnad) baru
diperkenalkan dan diterapkan pada akhir abad pertama Hijriah.
Selanjutnya orientalis Jerman berdarah Yahudi ini mengatakan bahwa besar
kemungkinan praktek isnād berasal dari dan dipengaruhi oleh tradisi oral sebagaimana
dikenal dalam literatur Yahudi: “Esliegt nahe, in diese Gleichstellung den
Einfluss der jüdischen Theorie zuvermuten, um so mehr als sich im Hadīt selbst
Reminiszenzen an die Stellungerhalten haben, welche das Judenthum der
mundlichen Lehre zuerkennt.”
ü Alfred Guillaume. Dalam bukunya mengenai sejarah hadis,
mantan guru besar Universitas Oxford ini mengklaim bahwa “sangat sulit untuk
mempercayai literature hadits secara keseluruhannya sebagai rekaman otentik
dari semua perkataan dan perbuatan Nabi SAW”. Karena gugatan orientalis
terhadap hadits pada awalnya mempersoalkan ketiadaan data historis dan bukti tercatat
(documentary evidence) yang dapat memastikan otentisitas hadits, maka sejumlah
pakar pun melakukan penelitian intensif perihal sejarah literatur hadits guna
mematahkan argumen orientalis yang mengatakan bahwa hadits baru dicatat pada
abad kedua dan ketiga Hijriah.
2. Citra Nabi Muhammad dalam
pandangan Orientalis
Ø Tuduhan Terhadap Kerasulan Muhammad[11]
Di dalam bukunya , al-Aqidah
wasy-Syari’ah fil Islam” (Aqidah dan Syariat dalam Islam)Goldziher mengatakan :
- Rasul adalah seorang pembimbing, bukan sebagai contoh dan teladan yang baik.
- Pada dirinya terdapat banyak kelemahan dan cacat sebagai mana layaknya manusia, dengan alasan ia tidak mendakwahkan dirinya sebagai orang suci
- Pada ajarannya terdapat dongeng yang menyesatkan. Muhammad mengabarkan Tuhan turun dari langit untuk menyertainya dalam peperangan.
Hal tersebut yang disampaikan Goldziher, dengan beberapa tuduhannya.
Dalam kitabnya al-Madazahib al-Islamiyah Fi Tafsir al-Quran, ia menunjukkan
bahwa ia telah lama melakukan studi terhadap al-Quran dan mazhab-mazhab yang
bermacam-macam dalam menafsirkan al-Quran , dari segi bahasa, makna dan
istilah-istilah syari’ah .
Goldziher
mengemukakan beberapa ayat yang ditujukan untuk Rasulullah
$pkr'¯»t
ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ)
y7»oYù=yör& #YÎg»x©
#ZÅe³t6ãBur
#\ÉtRur
ÇÍÎÈ $·Ïã#yur
n<Î) «!$#
¾ÏmÏRøÎ*Î/ %[`#uÅ ur
#ZÏYB
ÇÍÏÈ
[12]
45. Hai Nabi, Sesungguhnya Kami
mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan,
46. dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk
Jadi cahaya yang menerangi.
Kedua ayat ini
ditafsirkan oleh Goldziher bahwa Rasulullah saw, hanyalah seorang pembimbing,
bukan sebagai contoh dan teladan yang luhur. Rasul dianggap sebagai panutan
(teladan) yang baik, hanya karena rasul punya kelebihan banyak berzikir kepada
Allah[13].
sebagaimana disebutkan dalam surah al-Azhab : 21 “Sesungguhnya Muhammad
menyandang kelemahan sebagaimana manusia lainnya, dan dia menghendaki agar
segenap kaum Mu’min memndangnya sebagai seorang manusia yang mempunyai banyak
cacat sebagaimana orang lain. Karena dia tidak pernah merasa bahwa dia orang
suci, di samping itu dia juga tidak ingin dianggap orang suci.
Disatu
sisi tiada henti-hentinya para Orientalis menghujat Rasulullah dengan berbagai
hinaan tapi disisi lain dengan alasan yang jelas orang-orang non-Muslim di
Barat mengagumi sosok Baginda tercinta, yaitu sebagai berikut[14]
:
Ø
W.
Montgomery Watt, MOHAMMAD AT MECCA, Oxford, 1953, p. 52.
Kesiapannya menempuh tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta pencapaiannya yang luar biasa “ semuanya menunjukkan integritasnya. Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad
Kesiapannya menempuh tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta pencapaiannya yang luar biasa “ semuanya menunjukkan integritasnya. Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad
Ø Annie Besant, THE LIFE AND
TEACHINGS OF MUHAMMAD, Madras,
1932, p. 4.
"Sangat mustahil bagi seseorang yang memperlajari karakter Nabi Bangsa Arab, yang mengetahui bagaimana ajarannya dan bagaimana hidupnya untuk merasakan selain hormat terhadap beliau, salah satu utusan-Nya. Dan meskipun dalam semua yang saya gambarkan banyak hal-hal yang terasa biasa, namun setiap kali saya membaca ulang kisah-kisahnya, setiap kali pula saya mersakan kekaguman dan penghormatan kepada sang Guru Bangsa Arab tersebut."
Ø THOMAS CARLYLE in his HEROES AND
HEROWORSHIP
Betapa menakjubkan seorang manusia sendirian
dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden (Baduy) menjadi
sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang
dari dua decade."Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang
diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita
sendiri.
Ø James A. Michener, "Islam: The
Misunderstood Religion," in READER'S DIGEST (American edition), May 1955,
pp. 68-70.
Muhammad, seorang inspirator yang mendirikan Islam, dilahirkan pada tahun 570 masehi dalam masyarakat Arab penyembah berhala. Yatim semenjak kecil dia secara khusus memberikan perhatian kepada fakir miskin, yatim piatu dan janda, serta hamba sahaya dan kaum lemah. Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, dan menjadi pengelola bisnis seorang janda kaya. Ketika mencapai usia 25, sang majikan melamarnya. Meski usia perempuan tersebut 15 tahun lebih tua Muhammad menikahinya dan tetap setia kepadanya sepanjang hayat sang istri.
Seperti halnya
para nabi lain, Muhammad memulai tugas kenabiannya dengan sembunyi-sembunyi dan
ragu-ragu karena menyadari kelemahannya. Tapi adalah perintah yang diperolehnya, -dan
meskipun sampai saat ini diyakini bahwa Muhammad tidak bisa membaca dan menulis
“ dan keluarlah dari mulutnya satu kalimat yang akan segera mengubah dunia: Tiada
tuhan selain Tuhan.
"Dalam setiap
hal, Muhammad adalah seorang yang mengedepankan akal. Ketika putranya, Ibrahim,
meninggal disertai gerhana dan menimbulkan anggapan ummatnya bahwa hal tersebut
adalah wujud rasa belasungkawa Tuhan kepadanya, Muhammad berkata:Gerhana adalah
sebuah kejadian alam biasa, adalah suatu kebodohan mengkaitkannya dengan
kematian atau kelahiran seorang manusia.
"Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen.) menepis keingingan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: ˜Jika ada diatara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Tuhan-lah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya. (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144)
"Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen.) menepis keingingan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: ˜Jika ada diatara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Tuhan-lah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya. (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144)
Ø Tidak ada tambahan dalam agama Islam [15]
Didalam bukunya “al-Aqidah wasy-Syari’ah fil Islam” (Aqidah
dan Syariat dalam Islam Goldziher juga
menyatakan sebagai berikut :
- Islam dengan aqidah dan hukum-hukumya bermula dari Nabi Muhammad pada abad pertama Hijriah. Sesudah itu datanglah ahli-ahli, di antara mereka ada yang baik dan ada yang culas, lalu mereka masukkan berabagai tambahan ke dalam agama Islam, sehingga berwujud seperti sekarang ini. Alam fikiran Islami telah mengimpor tambahan-tambahan dari berbagai peradaban dan kebudayaan yang dijumpai.
- Bukan Muhammad yang membawa agama Islam ini. Agama Islam datangnya bukan dari Allah dan bukan pula dari Muhammad sendiri. Sebagian besar pokok-pokok cabaang-cabang ajaran Islam diambil dari agama bangsa lain, yaitu bangsa India, Persia, dan Rumawi, kemudian dicampur dengan hasil pemkiran dan rekannya sendiri, lalu ia memproklamirkan dirinya sebagai pembawa risalah dan nubuwah yang datang untuk memperbaiki keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala.
- Missi atau risalah yang disampaikan oleh Nabi berkebangsaan Arab adalah himpunan pengetahuan dan pemikiran ke agamaan yang diketahui dan disadapnya berkat hubungannya, karena ia sangat terkesan olehnya dipandang sangat cocok untuk membangkitkan rasa keagamaan kaumnya, bangsa Arab.
- Muhammad menerima ajaran ketuhanan dari Tasri’ atau perundang-undangan agamanya dari para dukun dan para pendeta.
Demikianlah agama Islam dengan
segala akidah dan syariahnya menurut pandangan Goldziher dan teman-temannya
dari komplotan orientalis. Islam hanyalah merupakan formulasi dari berbagai
fikiran, pendapat, kebudayaan, dan peradaban orang-orang terdahulu, yaitu orang
Hindu, Persia, Rumawi, Yahudi, Nasrhani, para tukang tenun dan para Pendeta.[16]
Menurutnya :
- Tidak ada sesuatu yang baru lagi dalam Islam, Islam hanya sekedar jiplakan dan nukilan yang diformulasikan.
- Muhammad bukannya Nabi dan bukan pula rasul, Muhammad hanyalah seorang penjiplak dan seorang plagiator.
Goldziher bahkan menuduh
Rasulullah seperti yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah, mengumandangkan
da’wahnya. Waktu itu mereka mengatakan
6. mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran
kepadanya, Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila[18]
(#þqç6Ågxur br& Mèduä!%y` ÖÉZB öNåk÷]ÏiB ( tA$s%ur
tbrãÏÿ»s3ø9$#
#x»yd
ÖÅs»y ë>#¤x. [19]ÇÍÈ
4. dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi
peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata:
"Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta".
BAB III
Tujuan Kritik Hadis
serta Hasil Penelitiannya
1. Defenisi Kritik
Kata kritik merupakan
alih bahasa dari kata naqd atau dari kata tamyiz yang diartikan; sebagai usaha
menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran[20] ktitik disini bukanlah seperti yang disampaikan para Orientalis
pada pembahasan sebelumnya , tapi kritik disini sebagai upaya mengkaji hadis
Rasulallah saw untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi
Muhammad SAW.
Pengertian
kritik dengan mnggunakan kata naqd mengidentfikasika bahwa kritik studi harus
dapat membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pengimbang yang baik, ada
timbal balik menerima dan memberi, terarah pada sasaran yang dikritik. Adanya
unsur perdebatan yang berarti mengeluarkan pemikiran masing-masing[21] . Dengan
demikian, pengertian kritik harus bertujuan untuk memperoleh kebenaran yang
tersembunyi.
Ø Definisi kritik hadis menurut istilah.
1. "Ilmu kritik hadis menurut Muhammad Tahir al-Jawaby adalah ketentuan terhadap para periwayat hadis baik kecacatan atau keadilannya dengan menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu yang dikenal oleh ulama-ulama hadis. Kemudian meneliti matn hadis yang telah dinyatakan sahih dari aspek sanad untuk menetukan keabsahan atau ke-dhaifan matn hadis tersebut, mengatasi kesulitan pemahaman dari hadis yang telah dinyatakan sahih, mengatasi kontradisi pemahaman hadis dengan pertimbangan yang mendalam[22]"
2. "Definisi kritik menurut Muhammad Mustafa Azami hadis adalah membedakan (al-Tamyis) antara hadis-hadis sahih dari hadis-hadis da'if dan menetukan kedudukan para periwayat hadis tentang kredibilitas maupun kecacatannya"[23]
Menurut Imam Muslim, yang hidup pada abad ke 3 H,
menamakan bukunya dengan al-Tamyiz, yang isi pembahasannya adalah metodologi
kritik hadis. Sebagian Ulama hadis di abad ke-2 H juga telah menggunakan kata
al-naqd di dalam karya mereka, namun mereka tidak menampilkannya di dalam buku
mereka tersebut. Mereka justru memberi judul bagi karya yang membahas mengenai
kritik hadis ini dengan nama al-Jarh wa al-Ta’dil ( They named the science
which deals, the knowledge of invaling and de clearing reliable in hadith).[24]
Jika
melihat definisi diatas maka sebenarnya kritik sudah ada pada zaman Nabi
Muhammad, pengertian kritik pada masa ini hanya bersifat konfirmatif untuk
memperkuat kebenaran informasi yang diterima. Metode sederhana yang ada pada Nabi
menjadi landasan dasar dalam perkembangan ilmu kritik hadis yang sistematis.
Dalam tahapan ini, aktivitas kritik hadis tersebut
masih terbatas pada upaya mendatangi Rasululah dalam membuktikan kebenaran
suatu riwayat yang disampaikan oleh Sahabat yang berasal dari beliau. Pada
tahapan ini juga, kegiatan konfirmasi dan suatu proses konsolodasi agar hati
menjadi tenteram dan mantap, bukan karena tidak mempercayai pemberitaan
sahabat, sebab sahabat dalam pandangan ulama hadis tidak bersifat pembohongan
dan tidak saling membohongi antara satu terhadap yang lannya[25]
Jadi, mustahil jika hadis-hadis Rasulullah adalah
suatu cerita menarik tetapi bohong (anekdot), sulit dipercaya,dan lain-lain
sebagainya seperti yang dilontarkan para kaum Orientalis. Karena untuk menjadikan
hadis itu menjadi informasi yang akurat dan terpercaya sebagai landasan Islam
setelah al-Quran tepatnya dijadikan hujjah didalamnya ada kebohongan setelah
dilakukan penelitian.
2. Obyek Penelitian Hadis
kritik Sanad Hadis
Bagian-bagian penting dari sanad yang diteliti
adalah nama perawi, lambang-lambang periwayatan hadis, misalnya; sami’tu,
akhbarāni, ‘an dan annă.. selain itu sanad harus mempunyai ketersambungan,
yaitu perawi harus berkualitas siqat (‘adil dan dhabit), masing-masing perawi
menggunakan kata penghubung adanya pertemuan, diantaranya; sami’tu, hadatsana,
hadatsani, akhbirni, qala lana, dhakaran [26]
Pada umumnya para ulama dalam melakukan penelitian hanya berkosentrasi pada dua pertanyaan, Pertama, apakah perawi tersebut layak dipercaya, atau kedua, apakah perawi tersebut tidak pantas dipercaya[27] .
Pada umumnya para ulama dalam melakukan penelitian hanya berkosentrasi pada dua pertanyaan, Pertama, apakah perawi tersebut layak dipercaya, atau kedua, apakah perawi tersebut tidak pantas dipercaya[27] .
Untuk meneliti isnad/sanad diperlukan pengetahuan
tentang kehidupan, pekerjaan dan karakter berbagai pribadi yang membentuk
rangkaian yang bervariasi dalam mata rantai isnad yang berbeda-beda. Sanad juga
untuk memahami signifikansi yang tepat dari matn, sedangkan untuk menguji
keaslian hadis diperlukan pengetahuan tentang berbagai makna ungkapan yang
digunakan, dan juga diperlukan kajian terhadap hubungan lafadz matn di
hadis-hadits yang lain[28] (beberapa di antaranya memilki kesamaan atau bertolak belakang
dengan matn tersebut). Matn hadis yang sudah sahih belum tentu sanadnya
sahih. Sebab boleh jadi dalam sanad hadis tersebut terdapat masalah sanad,
sepeti sanadnya tidak bersambung atau salah satu periwayatanya tidak siqat
(‘adil dan dhabit )[29]
Studi sanad
hadis berarti mempelajari rangkaian perawi dalam sanad, dengan cara mengetahui
biografi masing-masing perawi, kuat dan lemahnya dengan gambaran umum, dan
sebab- sebab kuat dan lemah secara rinci, menjelaskan muttasil dan munqati’nya
perawi[30] .
Dan selanjutkan
akan diteruskan pada kajian matn. Pembahasan/ penelitian ini (kualitas perawi)
terangkum dalam kitab/ilmu Rijal al Hadis, atau ilmu Riwayah. Lebih spesifik
lagi kita bisa temukan di kitab Jarh wat Ta’dil, dan lain sebagainya. Telah
bayak kitab-kitab yang berisi biografi perawi, sampai kepada ketersambungan
masa hidup, dan kualits pribadi mereka (perawi).
Kritik Matn
hadis
Sebagai
langkah selanjutnya untuk mengadakan penelitian/kritik hadis pada bidang materi
(matn) paling tidak menggunakan kriteria sebagai berikut
;
1) Ungkapanya tidak dangkal, sebab yang dangkal tidak pernah diucapkan oleh orang yang mempunyai apresiasi sastra yang tinggi fasih.
1) Ungkapanya tidak dangkal, sebab yang dangkal tidak pernah diucapkan oleh orang yang mempunyai apresiasi sastra yang tinggi fasih.
2) Tidak menyalahi orang yang luas pandanganya/pikiranya, sebab sekiranya menyalahi tidak mungkin ditakwil.
3) Tidak menyimpang dari kaedah umum dan akhlak
.
4) Tidak menyalahi perasaan dan pengamatan.
4) Tidak menyalahi perasaan dan pengamatan.
5) Tidak menyalahi cendekiawan dalam bidang kedokteran dan filsafat.
6) Tidak mengandung kekerdilan, sebab syariah jauh dari sifat kerdil
7) Tidak betentangan dengan akal sehubungan dengan pokok kaidah, termasuk sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya
.
8) Tidak bertentangan dengan sunnatullah mengenai alam semesta dan kehidupan manusia.
9) Tidak mengandung sifat naif, sebab orang berakal tidak pernah dihinggapinya
8) Tidak bertentangan dengan sunnatullah mengenai alam semesta dan kehidupan manusia.
9) Tidak mengandung sifat naif, sebab orang berakal tidak pernah dihinggapinya
.
10) Tidak menyalahi al-Qur'an dan al-sunnah
10) Tidak menyalahi al-Qur'an dan al-sunnah
.
11) Tidak bertentangan dengan sejarah yang diketahui umum mengenai zaman Nabi.
12) Tidak menyerupai mazdhab rawi yang ingin benar sendiri
11) Tidak bertentangan dengan sejarah yang diketahui umum mengenai zaman Nabi.
12) Tidak menyerupai mazdhab rawi yang ingin benar sendiri
.
13) Tidak meriwayatkan suatu keadilan yang dapat disaksikan orang banyak, padahal riwayat tersebut hanya disaksikan oleh seorang saja
13) Tidak meriwayatkan suatu keadilan yang dapat disaksikan orang banyak, padahal riwayat tersebut hanya disaksikan oleh seorang saja
.
14) Tidak menguraikan riwayat yang isinya menonjilkan kepentingan pribadi
14) Tidak menguraikan riwayat yang isinya menonjilkan kepentingan pribadi
15) Tidak mengandung uraian yang isinya membesar-besarkan pahala dari perbuatan yang minim dan tidak mengandung ancaman besar terhadap perbutan dosa kecil[31] .
Lebih sederhana lagi kriteria ke shahihan hadis adalah sepeti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Baqdadi (w.463 H/1072 M) bahwa suatu matn hadis dapat dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matn hadis yang shahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut;
1) Tidak bertentangan dengan akal sehat
2) Tidak bertentangan dengan al-Qur'an yang telah muhkam
3) Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir
4) Tidak bertentangan dengan amalan yang telah disepakati ulama masa lalu
5) Tidak bertentanga dengan dalil yang telah pasti, dan
3. Tujuan
Kritik Hadis
Adapun tujuan krirtik hadis
adalah untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti. Kualitas hadis sangat
perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahhan hadis yang
bersangkutan, hadis yang tidak memenuhi syarat itu diperlukan karena hadis
merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Peggunaan hadis yang tidak memenuhi
syarat akan dapat mengakibatkan ajaran Isalam tidak sesuai dengan apa yang
seharusnya.
Sanad merupakan hal penting dalam hadis, Muhammad bin Sirin (w110H / 728
M) menyatakan bahwa “sesungguhnya pengetahuan hadis adalah agama, maka
perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama itu. Artinya, dalam mengahadapi
hadis maka sangat penting diteliti terlebih dahulu para periwayat yang terlibat
dengan sanad.[33]
Begitupula halnya dengan matn hadis perlu adanya kritik dengan melakukan
penelitian, biasanya ilmu yang membahas hal tersebut terangkum dalam ilmu jarh
wat Ta’dil.
4. Hasil
Penelitian Hadis[34]
- Hasil penelitian yang telah dikemukan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas dari hasil ijtihad. Suatu hasil ijtihad tidak telepas dari dua kemungkinan yakni benar atau salah, jadi hadis tertentu yang dinyatakan berkualitas sahih oleh seorang ulama hadis masih terbuka kemungkinan ditemukan kesalahan, walau dilakukan penelitian lebih cermat.
- Pada kenyataan tidak sedikit hadis dinilai shahih oleh ulama tertentu, tetapi dinilai tidak shahih oleh ulama tertentu lainnya. Padahal suatu berita itu tidak terlepas dari dua kemungkinan yakni benar atau salah. Dengan begitu, penelitian kembali masih perlu dilakukan minimal untuk mengetahui sebab terjadinya perbedaan hasil penelitian tersebut.
- Pengetahuan manusia berkembang dari masa kemasa perkembangan pengetahuan itu suadah selayaknya dimanfaatkan untuk melihat kembali hasil-hasil yang telah lama ada.
- Ulama hadis adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari salah karenanya tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah merekak kemukakan masih dapat ditemukan kesalahan setelah dilakukan penelitian.
- Penelitian hadis mencakup penelitian sand dan matn. Dalam penelitian sanad pada dasarnya yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat yang terlibat dengan sanad , disamping itu metode periwayatan yang digunakan masing-masing periwayat itu.
BAB IV
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Penutup
Kritik hadis atau dengan kata
lain penelitian hadis adalah upaya kita untuk menseleksi kehadiran hadis,
memberikan penilaian dan membuktikan keautentikan sebuah hadis. Upaya ini juga
berarti mendudukan hadis sebagai hal yang sangat penting dalam sumber hukum
Islam kedua setelah Islam, itulah bukti kehati-hatian kita. Upaya ini juga
sebagai upaya untuk memahami hadis dan tepat dalam mengamalkan isi dari hadis
tesebut. jadi kita akan lebih yakin akan kebenaran hadis karena adanya proses
penseleksian yang ketat dari para sahabat dan para ulama dan metode pemahaman
yang benar. Lengkaplah sumber kebenaran dalam Islam, selanjutnya bagaimana kita
mendialektikakan teks (al-Qur’an dan Hadis) kekehidupan kita
masing-masing, kapanpun dan dimanapun berada.
Kesimpulan
Menambah kenyakinan kita terhadap
keontetikan hadis Nabi walau serangan datang dari Orientalis dengan penelitian
hadis maka semua tuduhan mampu terbantahkan
Menunjukan kehati-hatian kita terhadap
sumber kebenaran sehingga sikap kritis Orientalis merupakan bentuk distortif
yang mengada-ada mampu juga diimbangi dengan sikap kritis terhadap penelitian
hadis mendapat kebenaran
Sebagai pelajaran kita bahwa sumber
informasi (data) itu harus jelas dan tidak boleh dimanipulasi,
Mengasah nalar kritis kita
Daftar Pustaka
Ali Nizar. Memahami Hadis Nabi.
2001 (Metode dan Pendekatan)
Yogyakarta :CESad
Bustamin, . Metodologi Kritik hadis.
2004. Jakarta :Raja Grafindo.
Fudhaili, Ahmad,. Perempuan dilembaran
Suci: Kritik atas Hadis-Hadis Sahih. 2005. Jakarta : Pilar media.
Ismail ,Syuhudi. Metodologi
Penelitian Hadis Nabi. 1992. Jakarta. :Bulan Bintang.
Rahman,Fazlur.Dkk. Wacana Studi Hadis
Kontemporer.2002. Yogjakarta :Tiara Wacana
Yuslem, Nawir. Ulumul Hadis. 2001.Jakarta: PT Mutiara Sumber
Widya.
M. M. Azami. Studies Methodology and Literature.1997.
Indiana :
Trust
Publications
[1] Fazlur Rahman. Dkk, Wacana Studi Hadis
Kontemporer,(Yogjakarta: Tiara Wacana ,2002), h. 138.
[2] Ibid.
h.139-140.
[3]
http//www.SyamsudinArif.co.id (28 April 2009)
[4] Prof
Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam (Bandung
: CV Dipenogoro,1991),hl.101
[5]
ibid.,hl.102.
[6]
Ibid.,103.
[7] Ibid.,
[8] Inid.,hl.101.
[9]ibid.,
[10]
http//www.Syamsuddin Arif.co.id (28 April 2009)
[11] Prof
Ahmad Muhammad, Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, hl.260.
[12] Qs :
al-Azhab (33) : 45-46.
[13] Prpf.
Ahmad Muhammd, Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, hl.261.
[14] http://emprit.multiply.com/reviews/item/13
[15] ibid.,
[16]
ibid.,251
[17] Qs :
al-Hijr (15 ): 6
[18] Kata-kata ini diucapkan oleh
orang-orang kafir Mekah kepada Nabi s.a.w. sebagai ejekan.
[19] Qs :
as-Shad (38) : 4
[21]Ahmad Fudhaili,. Perempuan dilembaran
Suci: Kritik atas Hadis-Hadis Sahih,( Yogjakarta : Pilar Media), 2005. h.
26-27.
[22] Ibid.hl.27
[23] Ibid.28
[24]
M.M.Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature, (Indianapolis,
Indiana: American Trust Publications,1997),hl.47
[25] Dr.
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta
: PT Mutiara Sumber Widya, 2001),hl.331.
[26] Bustamin.Op.Cit.h.53
[27] Nizar Ali. Memahami Hadis Nabi (Metode
dan Pendekatan) CESad.Yogjakarta. 2001. h. 17
[28] Fazlur Rahman dkk. Op.Cit.
h. 78.
[29] . Bustamin.Op.Cit.h.53
[30] Mahmud
at Tahhan. Metode Takhrij dan
Penelitian Sanad Hadis.
(Terj; Ridwan Nasir) Bina Ilmu. Surabaya.
1995. h. 97
[31] Nizar Ali. Memahami Hadis Nabi (Metode
dan Pendekatan), (Yogjakarta :CESad 2001). h. 17
[32] Dikutib
dari Salah Al-Din bin Ahmad Al-Adabi. Oleh Bustamin; Metodologi Kritk Hadis….h.
63
[33] Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi
Penelitian Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1992),hl.23.
[34]ibid.,hl.28-30
Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu
BalasHapus