Nama-nama
atau Istilah dalam Ilmu Hadis
Aqran,
Abadilah dan Sabit wa Lahiq
1.
Aqran
Aqran Merupakan kata dari qarin, yaitu teman. Secara leksikal ia
berarti berdekatan isnadnya. Seperti mengambil hadis dari guru-guru
hadis yang satu generasi (thabaqah). Menurut terminology ilmu hadis adalah :
أن يروي أحد القرن
ينين عن أخر
Seseorang
meriwayatkan hadis dari seseorang yang lain yang berdekatan (usia / isnadnya)
(Mahmud Thahan, Taysir Musthalahul Hadis, h.194)
Aqran (teman-teman adlah suatu
istilah yang dinisbahkan para rawi yang bedekatan umur sanadnya, sebagian ulama
berpendapat mereka hanya bersekatan dalam sanad saja.[1]
Para Ulama mengelompokkan periwayatan diantara sesame teman itu menjadi dua
kelompok[2]
- al-Mubada
Dua orang teman yang salah
satunya ssaja meriwayatkan hadis dari temannya, tanpa sebaliknya. Seperti
periwayatan Sulaiman al-Taimi. Mereka berdua adalah teman adalah teman, namun
kita tidak menjumpai hadis tersebut.
- Manfadat
Menghindari salah dengan yang
mungkin dialami oleh seorang bahwa menyebut salah seoran teman saja dengan
sanad, adalah kekeliruan yang terjadi, serta mencegah pemahaman bahwa
penggunaan kata ’an itu salah, dan yangbenarnya adalah menggunakan waw athaf
sebagai indikasi bahwa mereka berdua meriwayatakn hadis dari rawi yang
disebutkan setelah mereka . Ad-Darutquthni menyusun sebuah kitab tentang
al-mudabaj. Beliaulah orang pertama yang menyebut istilah ini. Demikian juga
al-Hafizh Abu-al syaik menyusun kitab tentang riwayat al-Quran.
2.
Abadilah
Merupakan salah satu terminologi yang berasal dari kita majemuk Abdullah
(lafal ‘Abd dan lafal Allah). Kata ini secara leksikal berarti hamba-hamba
Allah. Dalam ilmu hadis dimaksud dengan istilah abadilah adlah para sahabat
yang bernama Abdullah. Jumlah sahabat yang memiliki nama Abdullah mencapai 300
orang . namun secara khusus yang dimaksud dengan terminologi Abadillah hanya
empat orang yaitu Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Zubair dan Abdullah bin “amr bin al ‘Ash. [3]
Mereka ini adalah ulama golongan sahabat dan terakhir masa wafatnya
diantara para sahabat, sehingga mereka lebih dikenal dan atsarnya lebih banyak
diriwayatkan.
Ketika empat sahabat ini sepakat tentang suatu fatwa, maka terminologi
yang dipakai untuk sebutan itu adalah fatwa sahabat.
Dari sumber lain, sebenarnya nama
Abdullah ada lima,
termasuk Abdullah bin Ma’ud. Nama Abdullah bin Mas’ud tidak dimasukkan sebagai
golongan yang empat sahabat karena Abdullah bin Mas’ud lebih awal meninggal dan
tahun meninggal Abdullah bin Mas’ud tidak diketahui secara jelas.Adapun tahun wafat emapat sahabat yang dimaksud
adalah[4] :
ü
Abdullah bin Umar bin
Khatab (w73 H)
ü
Abdullah bin Zubair (w73 H)
ü
Abdullah bin Abbas (w68)
ü
Abdullah Amru bin Ash
(w63H).
3. Sabiit wa Lahiq
Secara leksikal, sabiq wa
lahiq berarti sesuatu yang mendahului, yang terdahulu atau telah lewat.
Sementara lahiq artinya sesuatu yang menempati yang berhubungan atau yang
menyusul, As-sabiq wa Lahiq dipahami dalam ilmu hadis sebagai dua orang yang
sama. Sama meriwayatkan hadis dari salah seorang rawi kemudian yang seorang
rawi meninggal terlebih dahulu dibanding yang lain. Sehingga masa wafat antara
keduanya itu sangat panjang[5].
lebih jelas Mahmud Thahan mendefenisikan sebagai berikut :
السّابق واللاحق
هو أن يشترك فى الرواية عن الراوي راويان , أحدهما متقدّم الوفاة والأخر متأخّر فى
الوفات بينهما أمد بعيد
Dua orang yang bersama dalam meriwayatkan dari
seorang syaikh yang mana diantara kedua orang itu wafatnya berjauhan (Mahmud
Thahan, Taysir Musthalahul al-Hadis h.194)
Adapun defenisi lain dari Sabiq wa lahiq yaitu :
أن يشترك فى الرواية عن شيخ إثنان تباعد ما بين وفاتهما
Dua orang rawi sama-sama meriwayatkan hadis dari
seorang kemudian salah seorang dari mereka meniggal lebih dahulu dengan selang
waktu yang cukup jauh[6]
Diantara
manfaat mengetahui masalah ini adalah untuk menetapakan keindahan sanad dalam
hati dan menghilangkan salah sangka adanya sanad kesalahan dalam sanad
Hal
ini terjadi apabila seorang rawi yang pernah bersama menerima hadis dari
seorang guru, kemudian salah seorang darinya meninggal dunia, maka riwayat yang
disampaikan oleh rawi yang meniggal mendahului kawannya itu disebut riwayat
sabiq. Sedang riwayat yang disampaikan
oleh orang yang terakhir meniggalnya disebut riwayat lahiq.
Sebagai
contoh :
- al-Bukhari bersama-sama meriwayatkakn dengan al-Khuffaf dari Muhammad bin Ishaq as-Siraj, al-bukhari meninggal pada tahun 25 H. Rawi yang paling akhir meriwayatkan hadis dari Abu al-Abbas as-Siraj ialah Ahmad Ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Muhammad an-Naisaburi al-Khaffaf, meninggal pada tahun 393 H. Dengan demikian jarak meninggal antara al-Bukhari dengan al-Khaffaf ialah 137 H tahun. Sesuai ketentuan diatas bahwa periwayatan al-Bukhari, yang meninggal lebi dahulu disebut riwayah sabiq dan riwayah al-Khaffaf disebut riwyah lahiq
- Az-Zuhri, bersama-sama meninggal meriwayatkan dengan Ahmad bin Ismail as-Sahmo dari Imam Malik. Az-Zuhri (w124). Sementara Ahmad bin Ismail as-Sahmi (w 259). Hal ini bisa terjadi disebabkan az-Zuhri adalah tabi’on dan Imam Malik hanya sebagai tabi’-tabi’in, tentu usia az-Zuhri Lebih tua dari Imam Malik. Periwayatan az-Zuhri dari Malik dipandang sebagai periwayatan orang yang lebih tua dari orang yang lebih muda (akabir asshagir). Sementara itu pula, as-Sahmi jauh lebih muda daripada Imam Malik dan memiliki usia yang panjang, Oleh sebab itujarak antara az-Zuhri dengan as-Sahmi menjadi sangat jauh[7].
Daftar Pustaka
Drs. Enadang Soetri AD dan Mujiyo. Ulum
al-Hadis.1994. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya
Prof. Dr. H. ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar
Matondang. Kamus Lengkap Ilmu Hadis. 2006. Medan : Cita Pustaka Media
Syarif Mahmud al-Qudhah. al-Manhaj hajul hadis fil
uluml hadis . 2003. Kuala Lumpur
: Dar tajadid at-Toba’atu wa nasru wa tarjamtu
[1] Drs.
Endang Soetri AD & Drs. Mujiyo, Ulum al-Hadis, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,1994),hl.138
[2] Prof.
Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA.dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu
Hadis, (Medan
: Cita Pustaka Media,2006),hl.200
[3]
Ibid,hl.205
[4] Syarif
Mahmud al-Qudhah,a-Manhaj hajul Hadist fil Ulumul Hadist,(Kuala Lumpur : Dar
tajadid at-Toba’atu wa nasru tarjamatu,2003),hl.45.
[5]
Ibid.hl.303
[6] Ibid.,
[7] Drs.
Endang Soetri AD & Drs. Mujiyo, Ulum al-Hadis,hl.60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar