Senin, 26 Maret 2012

Nama-nama atau Istilah dalam Ilmu Hadis Aqran, Abadilah dan Sabit wa Lahiq


Nama-nama  atau Istilah dalam Ilmu Hadis
Aqran, Abadilah dan Sabit wa Lahiq

1.      Aqran
Aqran Merupakan kata  dari qarin, yaitu teman. Secara leksikal ia berarti berdekatan isnadnya. Seperti mengambil hadis dari guru-guru hadis yang satu generasi (thabaqah). Menurut terminology ilmu hadis adalah :
أن يروي أحد القرن ينين عن أخر
Seseorang meriwayatkan hadis dari seseorang yang lain yang berdekatan (usia / isnadnya) (Mahmud Thahan, Taysir Musthalahul Hadis, h.194)
            Aqran (teman-teman adlah suatu istilah yang dinisbahkan para rawi yang bedekatan umur sanadnya, sebagian ulama berpendapat mereka hanya bersekatan dalam sanad saja.[1]
            Para Ulama mengelompokkan periwayatan diantara sesame teman itu menjadi dua kelompok[2]
  1. al-Mubada
Dua orang teman yang salah satunya ssaja meriwayatkan hadis dari temannya, tanpa sebaliknya. Seperti periwayatan Sulaiman al-Taimi. Mereka berdua adalah teman adalah teman, namun kita tidak menjumpai hadis tersebut.

  1. Manfadat
Menghindari salah dengan yang mungkin dialami oleh seorang bahwa menyebut salah seoran teman saja dengan sanad, adalah kekeliruan yang terjadi, serta mencegah pemahaman bahwa penggunaan kata ’an itu salah, dan yangbenarnya adalah menggunakan waw athaf sebagai indikasi bahwa mereka berdua meriwayatakn hadis dari rawi yang disebutkan setelah mereka . Ad-Darutquthni menyusun sebuah kitab tentang al-mudabaj. Beliaulah orang pertama yang menyebut istilah ini. Demikian juga al-Hafizh Abu-al syaik menyusun kitab tentang riwayat al-Quran.
2.      Abadilah
Merupakan salah satu terminologi yang berasal dari kita majemuk Abdullah (lafal ‘Abd dan lafal Allah). Kata ini secara leksikal berarti hamba-hamba Allah. Dalam ilmu hadis dimaksud dengan istilah abadilah adlah para sahabat yang bernama Abdullah. Jumlah sahabat yang memiliki nama Abdullah mencapai 300 orang . namun secara khusus yang dimaksud dengan terminologi Abadillah hanya empat orang yaitu Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Zubair dan Abdullah bin “amr bin al ‘Ash. [3]
Mereka ini adalah ulama golongan sahabat dan terakhir masa wafatnya diantara para sahabat, sehingga mereka lebih dikenal dan atsarnya lebih banyak diriwayatkan.
Ketika empat sahabat ini sepakat tentang suatu fatwa, maka terminologi yang dipakai untuk sebutan itu adalah fatwa sahabat.

 Dari sumber lain, sebenarnya nama Abdullah ada lima, termasuk Abdullah bin Ma’ud. Nama Abdullah bin Mas’ud tidak dimasukkan sebagai golongan yang empat sahabat karena Abdullah bin Mas’ud lebih awal meninggal dan tahun meninggal Abdullah bin Mas’ud tidak diketahui secara jelas.Adapun  tahun wafat emapat sahabat yang dimaksud adalah[4] :
ü  Abdullah bin Umar bin Khatab (w73 H)
ü  Abdullah bin Zubair (w73 H)
ü  Abdullah bin Abbas (w68)
ü  Abdullah Amru bin Ash (w63H).







3.      Sabiit wa Lahiq
Secara leksikal, sabiq wa lahiq berarti sesuatu yang mendahului, yang terdahulu atau telah lewat. Sementara lahiq artinya sesuatu yang menempati yang berhubungan atau yang menyusul, As-sabiq wa Lahiq dipahami dalam ilmu hadis sebagai dua orang yang sama. Sama meriwayatkan hadis dari salah seorang rawi kemudian yang seorang rawi meninggal terlebih dahulu dibanding yang lain. Sehingga masa wafat antara keduanya itu sangat panjang[5]. lebih jelas Mahmud Thahan mendefenisikan sebagai berikut :

السّابق واللاحق هو أن يشترك فى الرواية عن الراوي راويان , أحدهما متقدّم الوفاة والأخر متأخّر فى الوفات بينهما أمد بعيد
Dua orang yang bersama dalam meriwayatkan dari seorang syaikh yang mana diantara kedua orang itu wafatnya berjauhan (Mahmud Thahan, Taysir Musthalahul al-Hadis h.194)
Adapun defenisi lain dari Sabiq wa lahiq yaitu :
أن يشترك فى الرواية عن شيخ إثنان تباعد ما بين وفاتهما
Dua orang rawi sama-sama meriwayatkan hadis dari seorang kemudian salah seorang dari mereka meniggal lebih dahulu dengan selang waktu yang cukup jauh[6]
            Diantara manfaat mengetahui masalah ini adalah untuk menetapakan keindahan sanad dalam hati dan menghilangkan salah sangka adanya sanad kesalahan dalam sanad
            Hal ini terjadi apabila seorang rawi yang pernah bersama menerima hadis dari seorang guru, kemudian salah seorang darinya meninggal dunia, maka riwayat yang disampaikan oleh rawi yang meniggal mendahului kawannya itu disebut riwayat sabiq. Sedang riwayat yang  disampaikan oleh orang yang terakhir meniggalnya disebut riwayat lahiq.
            Sebagai contoh :
  1. al-Bukhari bersama-sama meriwayatkakn dengan al-Khuffaf  dari Muhammad bin Ishaq as-Siraj, al-bukhari meninggal pada tahun 25 H. Rawi yang paling akhir meriwayatkan hadis dari Abu al-Abbas as-Siraj ialah Ahmad Ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Muhammad an-Naisaburi al-Khaffaf, meninggal pada tahun 393 H. Dengan demikian jarak meninggal antara al-Bukhari dengan al-Khaffaf ialah 137 H tahun. Sesuai  ketentuan diatas bahwa periwayatan al-Bukhari, yang meninggal lebi dahulu disebut riwayah sabiq dan riwayah al-Khaffaf disebut riwyah lahiq
  2. Az-Zuhri, bersama-sama meninggal meriwayatkan dengan Ahmad bin Ismail as-Sahmo dari Imam Malik. Az-Zuhri (w124). Sementara Ahmad bin Ismail as-Sahmi (w 259). Hal ini bisa terjadi disebabkan az-Zuhri adalah tabi’on dan Imam Malik hanya sebagai tabi’-tabi’in, tentu usia az-Zuhri Lebih tua dari Imam Malik. Periwayatan az-Zuhri dari Malik dipandang sebagai periwayatan orang yang lebih tua dari orang yang lebih muda (akabir asshagir). Sementara itu pula, as-Sahmi jauh lebih muda daripada Imam Malik dan memiliki usia yang panjang, Oleh sebab itujarak antara az-Zuhri dengan as-Sahmi menjadi sangat jauh[7].



















Daftar Pustaka

Drs. Enadang Soetri AD dan Mujiyo. Ulum al-Hadis.1994. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Prof. Dr. H. ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang. Kamus Lengkap Ilmu Hadis. 2006. Medan : Cita Pustaka Media

Syarif Mahmud al-Qudhah. al-Manhaj hajul hadis fil uluml hadis . 2003. Kuala Lumpur : Dar tajadid at-Toba’atu wa nasru wa tarjamtu





[1] Drs. Endang Soetri AD & Drs. Mujiyo, Ulum al-Hadis, (Bandung : PT  Remaja Rosdakarya,1994),hl.138
[2] Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA.dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis, (Medan : Cita Pustaka Media,2006),hl.200
[3] Ibid,hl.205
[4] Syarif Mahmud al-Qudhah,a-Manhaj hajul Hadist fil Ulumul Hadist,(Kuala Lumpur : Dar tajadid at-Toba’atu wa nasru tarjamatu,2003),hl.45.
[5] Ibid.hl.303
[6] Ibid.,
[7] Drs. Endang Soetri AD & Drs. Mujiyo, Ulum al-Hadis,hl.60

Tidak ada komentar:

Posting Komentar