BAB I
PENDAHULUAN
Latar
belakang golongan jabariyah karena paham ini mulanya lahir di kawasan Yurmuz dan
kemudian menjalar ke Balkah. Paham ini diajarkan dan dikembangkan oleh Jaham
bin Safwan ia sering berdebat dengan Muqatil bin Sulaiman yang menganut paham
tasybih dalam masalah sifat-sifat Allah. Imam Abu Hanifah mengomentari kedua orang
ini dengan mengatakan : “Jaham sangat berlebihan dalam menafikkan tasibih,
sehingga mengatakan : “Allah Taala bukanlah sesuatu”. Dan Muqatil pun sangat
berlebihan dengan menetapkan sifat-sifat Allah, sehingga menyamakan Allah
dengan mahluk-Nya.
Walaupun
paham Jabariyah merupakan paham resmi
yang dianut dan diamalkan pada masa Khlifah Amawiyah, Jaham sendiri bukanlah
seorang pemuka agama yang disukai oleh pihak penguasa, sehingga alasan politik,
ia dibunuh pada tahun 128 H, hal ini merupakan permaslahan itu timbul.
Paham
Jabariyah dianut oleh penguasa Amawiyah, justru dijadikan sebagai ideology
Negara yang dimanfaatkan bagi membela mempertahankan serta membenarkan semua tindakan
politik musuhnya disamping adanya kekuasaan yang kuat ditangan mereka untuk
memerintah
Adapun faktor-faktor Jabariyah, mengenai kemunculan faham
ajaran ini. Para ahli sejarah mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa
Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin ia menggambarkan bahwa
kehidupan bangsa Arab yang letaknya dikelilingi gurun Sahara memberikan
pengaruh besar cara hidup mereka ketegantungan nmereka kepada alam sahara yang
ganas hal ini menimbulkan sikap penyerahan diri terhadap Allah.
BAB
II
PEMBAHASAN
GOLONGAN JABARIYAH
1.
Defenisi
Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang
berarti memaksa, bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung
arti memaksa dan mengaharuskannya melakukan sesuatu.[1]
Jabariyah juga
mengandung arti bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam
istilah Inggris paham ini disebut Fatalism atau Predestination.[2]
Fatalism adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai
segala-galanya[3]. Dan Presdestination
adalah takdir.[4]
Jadi, menurut definisi diatas Jabriyah adalah suatu
ketentuan atau ketetapan Allah yang
tidak bisa dirubah, dan nasib manusia menguasai segala-galanya.Dan memang dalam
aliran ini terdapat faham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa
serta paham manusia tidak mempunyai ikhtiar atau pilihan dan kebebasan dalam
menentukan nasib dan perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini. Segala sesuatu
telah digariskan Allah atasnya sejak azali.
2.
Historisasi Jabariyah
Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatnnya
dipengaruhi oleh faham Jabariyah ini. Bangsa Arab, yang pada saat itu bersifat
sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa meyesuaikan hidup mereka dengan
suasana padang
pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gnungnya yang gundul. Dalam
keadaan yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk meubah keadaan
sekeliling mereka sesuai dengan keinginan
mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak berkuasa dalam
menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada
kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap fatalis.
Oleh karena itu,
ketika faham qadariah dibawa ke dalam kalangan mereka oleh orang-orang Islam
yang bukan berasal Arab padang pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam
pemikiran mereka. Faham qadariah itu mereka anggap bertentangan dengan ajaran
Islam. Adanya kegoncangan dan sikap menentang faham qadariah[5]
3.
Asal
mula munculnya Jabariyah
Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Jaid
bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Safwan dari Khurasan. Dalam
sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagi tokoh yang mendirikan aliran
Jahamiyah dalam kalangan Murji’ah.[6]
Jabariyah juga timbul bersamaan dengan golongan
Qadariyah, golongan Qadariyah muncul di Irak sedangkan Jabariyah muncul di Khurasan, Persia.[7]
Tidak dapat diketahui dengan pasti kapan faham ini timbul dalam sejarah
perkembangan teologi Islalm
Pemimpin yang pertama ialah Jaham bin sofwan, oleh
karena itu Jabariayah kadang-kadang disebut al-Jahamiyah. Mula-mula Jaham bin
Sofwan adalah juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suriah bin Harits dan
selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah. Namun, dalam
perkembangannya, faham al-Jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya
diantaranya al-Husain bin Muhamad an-Najjar dan Ja’d bin Dirham.[8]
Jaham terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan
agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya,
tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Sekalian perbuatan manusia itu terpaksa
diluar kemauannya, “Sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin
bertiup atau sepotong kayu ditengah lautan mengikuti arah hempasan ombak dan
badai”. [9]
Ringkasnya, bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat
bahwa manusia itu tidak mempunyai daya ikhtiar dan seluruh gerak manusia
dipaksa asanya kehendak Allah, hal ini merupakan kebalikan dari faham Qadariyah.
Dalam segi-segi tertentu, Jabariyah dan muktazilah
mempunyai kesamaan pendapat misalnya tentang sifat Allah , Syurga dan Neraka
tidak kekal, Allah tidak bisa dilihat di akhirat kelak, al-Quran adalah mahluk.
Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah sejalan yang
menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan
manusia sejak semula telah diketahui oleh Allah. Dan semua amal perbuatan
adalah berlau dengan kodrat dan iradat-Nya manusia tidak mencampurinya sama
sekali. Usaha manusia sama
sekali bukan ditentukan oleh manusia sendiri. Kodrat dan Iradat-Nya membekikan
dan mencabut kekuasaan manusia sama sekali. Pada hakikatnya segala pekerjaan
dan gerak-gerik manusia sehari-harinya adalah merupakan paksaan (majbur)
semata-mata kebaikan dan kejahatan merupakan paksaan pula. Sekalipun nantinya
manusia memperoleh Syurga dan Neraka.[10]
Menurut Jabariyah
faham mereka “perbuatan yang diciptakan Tuhan didalam diri manusia. Oleh karena
itu manusia dikatakan berbuat”. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan
yang dipaksakan atas dirinya termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan seperti mengerjakan kewajiban, menerima
pahala, dan siksaan
4. Golongan Jabariyah
a.
Faham
Jahm yang ekstrim
Faham
yang dibawa oleh Jahm adalah ekstrim dari faham yang dianjurkan Ma’bad dan
Ghailan. Menurut faham ekstrim segala perbuatan yang timbul dari kemauannya
sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan
pilihan baginya. Kalau seorang mencuri, maka perbuatan mencuri itu bukanlah
terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena kada dan kadar Tuhan
yang menghendaki yang demikian. Dengan demikian ia mencuri bukanlah atas
kehendaknya, tetapi Tuhanlah yang memaksanya mencuri.
Manusia
dalam faham ini, hanya merupakan wayang bergerak dan berbuat karena digerakkan
dalang, demikian pula manusia bergerak dan berbuat karena digerakkan Tuhan.
Tanpa gerak dari Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa.
Jika faham fatalism yang dibawa Jahm seprti
diuraikan diatas merupakan fatalis dalam bentuk ekstrim, al-Syahrastani
menyebut faham jabariya yang diberikannya disebut al-Jabariyah al_khalish, yaitu jabariyah yang tidak menetapkan
perbuatan / kekuasaan sedikitpun pada [11]manusia. Sementara jabariyah yang moderet
diberi istilah olehnya al-Jabariyah
al-Mutawasithah.
b.
Faham
al_Husain Ibn Muhamad al-Najjar
Faham ini
dibawah oleh al-Husain Ibn Muhamad al-Najjar. Tuhanlah, kata al-Najjar, yang
menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan
baik, tetapi manusia mempunyai bahagia dalam perwujudan perbuatan-perbuatan
itu.
Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatnnya. Dan inilah yang dimaksud dengan kasb atau acquisttion
(membebaskan). Faham yang sama diberikan oleh Dirar Ibn ‘Amr ketika ia katakan
bahwa perbuatan–perbuatan manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan dan diperoleh
pada hakikatnya oleh manusia.
5.
Faham
Jabariyah tentang aqidah :
a. Penggunaan
Takwil
Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat mahluk
dank arena itu Jaham mentakwilkan sifat-sifst Allah yang ada persamaannya
dengan sifat-sifat manuisia akibatnya dia tidak mengakui al-Quran sebagai kalam
allah yang kadim itu hanya Allah saja. Jadi, al-Quran itu mahluk, pendapat ini kemudian masuk ke dalam Muktazilah[12]
b. Syurga
dan Neraka tidak kekal
Akan datang suatu masa yang Syurga dan neraka akan
fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja, selain dari
Allah semuanya akan binasa. Kata Khulud yang disebut dalam al-Quran yang
disebut dalam firman-Nya Qs :al-Bayinah : 6 & 8)
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. ô`ÏB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# tûüÏ.Îô³ßJø9$#ur Îû Í$tR zO¨Yygy_ tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù 4
y7Í´¯»s9'ré& öNèd ° ÏpÎy9ø9$# ÇÏÈ
6. Sesungguhnya
orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan
masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk
makhluk.
ôMèdät!#ty_ yZÏã öNÍkÍh5u àM»¨Zy_ 5bôtã ÌøgrB `ÏB $uhÏGøtrB ã»pk÷XF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkÏù #Yt/r& (
zÓÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã 4
y7Ï9ºs ô`yJÏ9 zÓÅ´yz ¼çm/u ÇÑÈ
8. Balasan mereka di sisi
Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun
ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhannya.
segala isi Syurga dan Neraka ditakwilkan dengan makna “lama menetap” bukan arti “selamanya-lamanya”. Hampir menyerupai pendapat ini adalah pendapat Abu
Huzail al-Arrf yang mengatakan bahwa gerakan penghuni suyurga dan Neraka akan
berhenti.
c. Iman
Menurut pendapat Jaham
bin Sofwan , iman itu adalah makrifah atau pengakuan hati saja akan wujud Allah
dan ke rasulan Nabi Muhamad. Ucapan
dengan lisan akan ajaran Islam seperti shalat, puasa dan sebagainya. Karena
iman itu tidak dapat dipecah-pecah sebagaimana juga iman itu tidak dapat
bertambah dan berkurang.
Pemahaman iman yang
seperti ini sangat berbeda dengan apa yang dianut dalam kebanyakan golongan
Islam yang lain, seprti Khawarij, Muktazilah, Asy’ariyah dan Ulama salaf. Namun
sesuai dengan pendapat Murjiah.[13]
Makrifat
Iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu atau kedatangan Rasul.
Setiap orang yang membela kebenaran Islam terhadap kepercayaan lain bagi orang
yang mentakwilkan ayat-ayat al-Quran maka wajib atasnya berpegang kepada
kaidah-kaidah akal.[14]
Analisis terhadap Faham Jabariyah
1.
Pasrah tanpa Usaha
Jabariyah mengganggap bahwa
hidup ini mengalir seperti air mengalir, pasrah tanpa ada usaha dan merasa
tidak perlu ada usaha untuk melakukan perubahan. Faham ini tumbuh berkembang
saat keadaan arab mengalami alam yang sangat ganas serta masih rendahnya
teknologi sehingga faham ini sangat diterima pada masyrakat arab pada saat itu,
tetapi jika dilihat keadaan arab bersahabat barangkali lain pula ceritanya
mereka pasti terus melakukan usaha agar keadaanya semakin baik,tetapi perlu diketahui
juga dengan adanya faham Jabariyah membuka
peluang faham-faham lain berkembang pula berdasarkan teologi masing-masing
berusaha menjadi teologi yang moderet dan tentu saja membawa pencerahan
terhadap teologi yang dianggap terlalu ekstrim termasuk Jabariyah.
Walaupun demikian ketika faham
Jabariyah banyak ditinggalkan oleh kaum muslim arab pada saat itu karena
kekstrimannya, dan beranjak kefahaman lain. Barangkali jika tidak ada faham
Jabariyah yang terkenal dengan Fatalismnya tentu saja tidak akan ada lahir
aliran kebalikan dari fatalism seperti Qadariyah walaupun diketahui kelahiran
teologi ini hampir bersamaan atau dengan faham teologi lain.
2.
Perkembangan Jabariyah Abad Modren
Secara faktual Jabariyah, bila
dilihat dari masyarakat Islam sendiri pada zaman modren sekarang walau telah
lahir faham-faham yang diannggap moderet
masih banyak yang mempraktekkan faham ini, yaitu sikap pasrah terhadap
ketentuan Allah, teteapi kami menganalisis hal tersebut berebeda dengan
Jabariyah tempo dulu. Adapun praktek yang menggunakan Faham ini setelah dianalisis
Faham kami menamainya Jabariyah
Kontemporer, pasrah tetap dalam usahanya.
3.
Jabariyah yang Realistis menghadapi
hidup tetapi kurang usaha
Walaupun demikian faham
Jabariyah tetap saja mempunyai kekurangan dalam mengahadapi kehidupan ini yeng
berasal dari teologi faham jabariyah itu sendiri yang terlalu berlebih-lebihan
dalam mengahdapi situasi apapun sehingga kepasrahan tanpa adanya usaha tentulah
akan berakibat buruk. Padahal dalam alquran diterangkan Allah berkata dalam
firmanNya yaitu :
3
cÎ)
©!$#
w
çÉitóã
$tB
BQöqs)Î/
4Ó®Lym
(#rçÉitóã
$tB
öNÍkŦàÿRr'Î/
3
!#sÎ)ur
y#ur&
ª!$#
5Qöqs)Î/
#[äþqß
xsù
¨ttB
¼çms9
4
$tBur
Oßgs9
`ÏiB
¾ÏmÏRrß
`ÏB
@A#ur
ÇÊÊÈ [15]
11. Sesungguhnya Allah tidak merobah
Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka
tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia.
Tentu saja, ayat tersebut jelas memberi nuansa baru bagi
faham Jabariyah yang terlalu ekstrim terhadap Fatalismnya. Barangkali itu saja
analisis dan kritikan terhadap faham
ini.
BAB III
KESIMPULAN
Jabariyah adalah salah satu teologi Islam yang memiliki
pemahaman “qada dan qadar adalah ketetapan Allah yang tidak bisa diganggu
gugat. Pemahaman ini memberi kesan bahwa manusia berbuat sesuai dengan qada dan
qadarnya, apa yang dilakukan semua adalah atas kehendak Allah baik itu amal
kebaikan maupun kejahatan dan menurut jabariyah itu adalah paksaan yang
dikehendaki oleh Allah Swt.
Tidak ada usaha dalam melakukan amalan-amalan, mereka
mengangap semua itu seperti air mengalir apa adanya. Dan ini merupakan suatu bentuk negatif karena jika
itu terjadi terus-menerus pada dunia Islam
maka di akibatkan seluruh umat Islam akan bermals-malasan dalam beramal
kerena telah mengetahui keadaan nasib dan takdirnya seperti apa. Hal ini akan
menimbulkan degenerasi Islam yang akan datang.
Walaupun Jabariyah dilihat dari sudut teologi memiliki
perbedaan dan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan terhadap
golongan-golongan teologi lain, tetapi tetaplah perlu diapresiasikan dan
disambut baik golongan ini karena
memberi pencarahan Bangsa Arab pada waktu itu, hal ini terjadi karena dilihat
dari geokulutural pada masa itu.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M.Ag, Drs. Rosihan dan Drs. Abdul Rozak, M.Ag.
Ilmu Kalam. 2003. Bandung : Pustaka setia
Daudy, Dr. Ahmad. Kuliah Ilmu Kalam. 1997. Jakarta :
Bulan Bintang
M.
Echols, Jhon dan Hasan Shadily. Kamus
Inggris Indonesia. 1976. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Nasution, Porf. Dr Harun. Teologi Agama. 1986. Jakarta :
UI-Press
Nasir, Sahilun A. Pengantar Ilmu Kalam. 1991. Jakarta :
Rajawali
Natta, Abidin. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. 1994.
Jakarta : PT
Jaya Grafindo Persada
[1] Drs. Rosihan Anwar, M.Ag &
Drs. Abdul Rozak, M.Ag, Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia,
2003), hl.63.
[2] Prof Dr. Harun Nasution, Teologi Islam Sejarah Analisa Perbandinagn,(Jakarta
: UI Press, 1986), hl.31.
[3] Jhon M. Echols & Hasan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia,
(Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1976), hlm.234.
[4] Jhon M. Echols & Hasan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia,
hlm.443.
[5] Prof. Dr. Harun Nasution, Teologi Agama,hlm. 31-32
[6] Drs.Rosihan Anwar, M.Ag &
Drs. Abdul Rozak, M.Ag, Ilmu Kalam,.
hl.64.
[7]
Drs. H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu
Kalam, (Jakarta : Rajawali Press, 1991), hllm. 133.
[8]
Drs. Rosihan Anwar,M.Ag & Drs. Abdul Rozak, M.Ag. Ilmu Kalam,.hl.64
[9]
Ibid.,
[10]
Ibid., hl.134.
[11]
Abidin Natta, Ilmu kalam, Filsafat, dan
Tasawuf,(Jakarta : PT Jaya Grafindo
Persada, 1994), hlm.5.
[12] Dr.
Ahmad Daudy. Kuliah Ilmu Kalam,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1997), hl.21
[13] Ibid.,hlm24
[14] Ibid..,
[15] QS : Ar-rad : 11
TIP: Titanium Headsets - TitaniumArts
BalasHapusTIP: Titanium Headsets. TIP: Titanium Headsets are the titanium exhaust tubing latest titanium granite generation of mobile devices. The TIP app can be played with your titanium bike frame own smartphone or titanium band rings tablets stiletto titanium hammer with the