Minggu, 18 Maret 2012

ILMU KALAM


BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang golongan jabariyah karena paham ini mulanya lahir di kawasan Yurmuz dan kemudian menjalar ke Balkah. Paham ini diajarkan dan dikembangkan oleh Jaham bin Safwan ia sering berdebat dengan Muqatil bin Sulaiman yang menganut paham tasybih dalam masalah sifat-sifat Allah. Imam Abu Hanifah mengomentari kedua orang ini dengan mengatakan : “Jaham sangat berlebihan dalam menafikkan tasibih, sehingga mengatakan : “Allah Taala bukanlah sesuatu”. Dan Muqatil pun sangat berlebihan dengan menetapkan sifat-sifat Allah, sehingga menyamakan Allah dengan mahluk-Nya.
Walaupun paham Jabariyah merupakan  paham resmi yang dianut dan diamalkan pada masa Khlifah Amawiyah, Jaham sendiri bukanlah seorang pemuka agama yang disukai oleh pihak penguasa, sehingga alasan politik, ia dibunuh pada tahun 128 H, hal ini merupakan permaslahan itu timbul.
Paham Jabariyah dianut oleh penguasa Amawiyah, justru dijadikan sebagai ideology Negara yang dimanfaatkan bagi membela mempertahankan serta membenarkan semua tindakan politik musuhnya disamping adanya kekuasaan yang kuat ditangan mereka untuk memerintah
Adapun faktor-faktor Jabariyah, mengenai kemunculan faham ajaran ini. Para ahli sejarah mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Diantara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang letaknya dikelilingi gurun Sahara memberikan pengaruh besar cara hidup mereka ketegantungan nmereka kepada alam sahara yang ganas hal ini menimbulkan sikap penyerahan diri terhadap Allah.   

BAB II
PEMBAHASAN
GOLONGAN JABARIYAH
1.      Defenisi Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang berarti memaksa, bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengaharuskannya melakukan sesuatu.[1]
Jabariyah juga mengandung arti bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris paham ini disebut Fatalism atau Predestination.[2]
Fatalism adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai segala-galanya[3]. Dan Presdestination adalah takdir.[4]
Jadi, menurut definisi diatas Jabriyah adalah suatu ketentuan atau ketetapan Allah  yang tidak bisa dirubah, dan nasib manusia menguasai segala-galanya.Dan memang dalam aliran ini terdapat faham bahwa manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa serta paham manusia tidak mempunyai ikhtiar atau pilihan dan kebebasan dalam menentukan nasib dan perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini. Segala sesuatu telah digariskan Allah atasnya sejak azali.

2.        Historisasi Jabariyah
Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatnnya dipengaruhi oleh faham Jabariyah ini. Bangsa Arab, yang pada saat itu bersifat sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa meyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gnungnya yang gundul. Dalam keadaan yang demikian mereka tidak banyak melihat jalan untuk meubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan  mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tidak berkuasa dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada kehendak alam. Hal ini membawa mereka pada sikap fatalis.
Oleh karena itu, ketika faham qadariah dibawa ke dalam kalangan mereka oleh orang-orang Islam yang bukan berasal Arab padang pasir, hal itu menimbulkan kegoncangan dalam pemikiran mereka. Faham qadariah itu mereka anggap bertentangan dengan ajaran Islam. Adanya kegoncangan dan sikap menentang faham qadariah[5]
3.      Asal mula munculnya Jabariyah
Faham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Jaid bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Safwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagi tokoh yang mendirikan aliran Jahamiyah dalam kalangan Murji’ah.[6]
Jabariyah juga timbul bersamaan dengan golongan Qadariyah, golongan Qadariyah muncul di Irak sedangkan Jabariyah muncul di Khurasan, Persia.[7] Tidak dapat diketahui dengan pasti kapan faham ini timbul dalam sejarah perkembangan  teologi Islalm
Pemimpin yang pertama ialah Jaham bin sofwan, oleh karena itu Jabariayah kadang-kadang disebut al-Jahamiyah. Mula-mula Jaham bin Sofwan adalah juru tulis dari seorang pemimpin bernama Suriah bin Harits dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah. Namun, dalam perkembangannya, faham al-Jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya diantaranya al-Husain bin Muhamad an-Najjar dan Ja’d bin Dirham.[8]
Jaham terkenal orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya yang menarik adalah bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Sekalian perbuatan manusia itu terpaksa diluar kemauannya, “Sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin bertiup atau sepotong kayu ditengah lautan mengikuti arah hempasan ombak dan badai”.  [9]
Ringkasnya, bahwa orang-orang Jabariyah berpendapat bahwa manusia itu tidak mempunyai daya ikhtiar dan seluruh gerak manusia dipaksa asanya kehendak Allah, hal ini merupakan kebalikan dari faham Qadariyah.
Dalam segi-segi tertentu, Jabariyah dan muktazilah mempunyai kesamaan pendapat misalnya tentang sifat Allah , Syurga dan Neraka tidak kekal, Allah tidak bisa dilihat di akhirat kelak, al-Quran adalah mahluk.
Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah sejalan yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan manusia sejak semula telah diketahui oleh Allah. Dan semua amal perbuatan adalah berlau dengan kodrat dan iradat-Nya manusia tidak mencampurinya sama sekali. Usaha manusia sama sekali bukan ditentukan oleh manusia sendiri. Kodrat dan Iradat-Nya membekikan dan mencabut kekuasaan manusia sama sekali. Pada hakikatnya segala pekerjaan dan gerak-gerik manusia sehari-harinya adalah merupakan paksaan (majbur) semata-mata kebaikan dan kejahatan merupakan paksaan pula. Sekalipun nantinya manusia memperoleh Syurga dan Neraka.[10]
Menurut Jabariyah faham mereka “perbuatan yang diciptakan Tuhan didalam diri manusia. Oleh karena itu manusia dikatakan berbuat”. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan  seperti mengerjakan kewajiban, menerima pahala, dan siksaan



















4.      Golongan Jabariyah
a.      Faham Jahm yang ekstrim
Faham yang dibawa oleh Jahm adalah ekstrim dari faham yang dianjurkan Ma’bad dan Ghailan. Menurut faham ekstrim segala perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Kalau seorang mencuri, maka perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena kada dan kadar Tuhan yang menghendaki yang demikian. Dengan demikian ia mencuri bukanlah atas kehendaknya, tetapi Tuhanlah yang memaksanya mencuri.
Manusia dalam faham ini, hanya merupakan wayang bergerak dan berbuat karena digerakkan dalang, demikian pula manusia bergerak dan berbuat karena digerakkan Tuhan. Tanpa gerak dari Tuhan tidak bisa berbuat apa-apa.
Jika faham fatalism yang dibawa Jahm seprti diuraikan diatas merupakan fatalis dalam bentuk ekstrim, al-Syahrastani menyebut faham jabariya yang diberikannya disebut al-Jabariyah al_khalish, yaitu jabariyah yang tidak menetapkan perbuatan / kekuasaan sedikitpun pada [11]manusia. Sementara jabariyah yang moderet diberi istilah olehnya al-Jabariyah al-Mutawasithah.

b.      Faham al_Husain Ibn Muhamad al-Najjar
 Faham ini dibawah oleh al-Husain Ibn Muhamad al-Najjar. Tuhanlah, kata al-Najjar, yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bahagia dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatnnya. Dan inilah yang dimaksud dengan kasb atau acquisttion (membebaskan). Faham yang sama diberikan oleh Dirar Ibn ‘Amr ketika ia katakan bahwa perbuatan–perbuatan manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan dan diperoleh pada hakikatnya oleh manusia.














5.      Faham Jabariyah tentang aqidah :
a.       Penggunaan Takwil
Allah tidak dapat disifati dengan sifat-sifat mahluk dank arena itu Jaham mentakwilkan sifat-sifst Allah yang ada persamaannya dengan sifat-sifat manuisia akibatnya dia tidak mengakui al-Quran sebagai kalam allah yang kadim itu hanya Allah saja. Jadi, al-Quran itu mahluk, pendapat ini kemudian masuk ke dalam Muktazilah[12]
b.      Syurga dan Neraka tidak kekal
Akan datang suatu masa yang Syurga dan neraka akan fana dengan segala isinya dan yang tinggal kekal hanya Allah saja, selain dari Allah semuanya akan binasa. Kata Khulud yang disebut dalam al-Quran yang disebut dalam firman-Nya Qs :al-Bayinah : 6 & 8)
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. ô`ÏB È@÷dr& É=»tGÅ3ø9$# tûüÏ.ÎŽô³ßJø9$#ur Îû Í$tR zO¨Yygy_ tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù 4 y7Í´¯»s9'ré& öNèd ŽŸ° Ïp­ƒÎŽy9ø9$# ÇÏÈ
6.  Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
ôMèdät!#ty_ yZÏã öNÍkÍh5u àM»¨Zy_ 5bôtã ̍øgrB `ÏB $uhÏGøtrB ㍻pk÷XF{$# tûïÏ$Î#»yz !$pkŽÏù #Yt/r& ( zÓÅ̧ ª!$# öNåk÷]tã (#qàÊuur çm÷Ztã 4 y7Ï9ºsŒ ô`yJÏ9 zÓÅ´yz ¼çm­/u ÇÑÈ
8.  Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
                  segala isi Syurga dan Neraka ditakwilkan dengan makna lama menetap bukan arti selamanya-lamanya. Hampir menyerupai pendapat ini adalah pendapat Abu Huzail al-Arrf yang mengatakan bahwa gerakan penghuni suyurga dan Neraka akan berhenti.
c.       Iman
Menurut pendapat Jaham bin Sofwan , iman itu adalah makrifah atau pengakuan hati saja akan wujud Allah dan ke rasulan Nabi Muhamad. Ucapan dengan lisan akan ajaran Islam seperti shalat, puasa dan sebagainya. Karena iman itu tidak dapat dipecah-pecah sebagaimana juga iman itu tidak dapat bertambah dan berkurang.
Pemahaman iman yang seperti ini sangat berbeda dengan apa yang dianut dalam kebanyakan golongan Islam yang lain, seprti Khawarij, Muktazilah, Asy’ariyah dan Ulama salaf. Namun sesuai dengan pendapat Murjiah.[13]
                                   Makrifat Iman itu wajib berdasarkan akal sebelum turunnya wahyu atau kedatangan Rasul. Setiap orang yang membela kebenaran Islam terhadap kepercayaan lain bagi orang yang mentakwilkan ayat-ayat al-Quran maka wajib atasnya berpegang kepada kaidah-kaidah akal.[14]

Analisis terhadap Faham Jabariyah
1. Pasrah tanpa Usaha
Jabariyah mengganggap bahwa hidup ini mengalir seperti air mengalir, pasrah tanpa ada usaha dan merasa tidak perlu ada usaha untuk melakukan perubahan. Faham ini tumbuh berkembang saat keadaan arab mengalami alam yang sangat ganas serta masih rendahnya teknologi sehingga faham ini sangat diterima pada masyrakat arab pada saat itu, tetapi jika dilihat keadaan arab  bersahabat barangkali lain pula ceritanya mereka pasti terus melakukan usaha agar keadaanya semakin baik,tetapi perlu diketahui juga dengan adanya faham Jabariyah  membuka peluang faham-faham lain berkembang pula berdasarkan teologi masing-masing berusaha menjadi teologi yang moderet dan tentu saja membawa pencerahan terhadap teologi yang dianggap terlalu ekstrim termasuk Jabariyah.
Walaupun demikian ketika faham Jabariyah banyak ditinggalkan oleh kaum muslim arab pada saat itu karena kekstrimannya, dan beranjak kefahaman lain. Barangkali jika tidak ada faham Jabariyah yang terkenal dengan Fatalismnya tentu saja tidak akan ada lahir aliran kebalikan dari fatalism seperti Qadariyah walaupun diketahui kelahiran teologi ini hampir bersamaan atau dengan faham teologi lain.
2. Perkembangan Jabariyah Abad Modren
Secara faktual Jabariyah, bila dilihat dari masyarakat Islam sendiri pada zaman modren sekarang walau telah lahir faham-faham yang diannggap moderet  masih banyak yang mempraktekkan faham ini, yaitu sikap pasrah terhadap ketentuan Allah, teteapi kami menganalisis hal tersebut berebeda dengan Jabariyah tempo dulu. Adapun praktek yang menggunakan Faham ini setelah dianalisis Faham  kami menamainya Jabariyah Kontemporer, pasrah tetap dalam usahanya.

3. Jabariyah yang Realistis menghadapi  hidup tetapi  kurang usaha
Walaupun demikian faham Jabariyah tetap saja mempunyai kekurangan dalam mengahadapi kehidupan ini yeng berasal dari teologi faham jabariyah itu sendiri yang terlalu berlebih-lebihan dalam mengahdapi situasi apapun sehingga kepasrahan tanpa adanya usaha tentulah akan berakibat buruk. Padahal dalam alquran diterangkan Allah berkata dalam firmanNya yaitu :
3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ   [15]
11. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
                Tentu saja, ayat tersebut jelas memberi nuansa baru bagi faham Jabariyah yang terlalu ekstrim terhadap Fatalismnya. Barangkali itu saja analisis dan kritikan  terhadap faham ini.




BAB III
KESIMPULAN
Jabariyah adalah salah satu teologi Islam yang memiliki pemahaman “qada dan qadar adalah ketetapan Allah yang tidak bisa diganggu gugat. Pemahaman ini memberi kesan bahwa manusia berbuat sesuai dengan qada dan qadarnya, apa yang dilakukan semua adalah atas kehendak Allah baik itu amal kebaikan maupun kejahatan dan menurut jabariyah itu adalah paksaan yang dikehendaki oleh Allah Swt.
Tidak ada usaha dalam melakukan amalan-amalan, mereka mengangap semua itu seperti air mengalir apa adanya. Dan ini  merupakan suatu bentuk negatif karena jika itu terjadi terus-menerus pada dunia Islam  maka di akibatkan seluruh umat Islam akan bermals-malasan dalam beramal kerena telah mengetahui keadaan nasib dan takdirnya seperti apa. Hal ini akan menimbulkan degenerasi Islam yang akan datang.
Walaupun Jabariyah dilihat dari sudut teologi memiliki perbedaan dan tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan terhadap golongan-golongan teologi lain, tetapi tetaplah perlu diapresiasikan dan disambut baik  golongan ini karena memberi pencarahan Bangsa Arab pada waktu itu, hal ini terjadi karena dilihat dari geokulutural pada masa itu.





DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M.Ag, Drs. Rosihan dan Drs. Abdul Rozak, M.Ag. Ilmu Kalam. 2003. Bandung : Pustaka setia
Daudy, Dr. Ahmad. Kuliah Ilmu Kalam. 1997. Jakarta : Bulan Bintang
M. Echols, Jhon dan Hasan Shadily. Kamus Inggris Indonesia. 1976. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Nasution, Porf. Dr Harun. Teologi Agama. 1986. Jakarta : UI-Press
Nasir, Sahilun A. Pengantar Ilmu Kalam. 1991. Jakarta : Rajawali
Natta, Abidin. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf. 1994. Jakarta : PT Jaya Grafindo Persada











[1] Drs. Rosihan Anwar, M.Ag & Drs. Abdul Rozak, M.Ag, Ilmu Kalam, (Bandung : Pustaka Setia, 2003), hl.63.
[2] Prof Dr. Harun Nasution, Teologi Islam Sejarah Analisa Perbandinagn,(Jakarta : UI Press, 1986), hl.31.
[3] Jhon M. Echols & Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1976), hlm.234.
[4] Jhon M. Echols & Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, hlm.443.
[5] Prof. Dr. Harun Nasution, Teologi Agama,hlm. 31-32
[6] Drs.Rosihan Anwar, M.Ag & Drs. Abdul Rozak, M.Ag, Ilmu Kalam,. hl.64.
[7] Drs. H. Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, (Jakarta : Rajawali Press, 1991), hllm. 133.
[8] Drs. Rosihan Anwar,M.Ag & Drs. Abdul Rozak, M.Ag. Ilmu Kalam,.hl.64
[9] Ibid.,
[10] Ibid., hl.134.
[11] Abidin Natta, Ilmu kalam, Filsafat, dan Tasawuf,(Jakarta : PT  Jaya Grafindo Persada, 1994), hlm.5.
[12] Dr. Ahmad Daudy. Kuliah Ilmu Kalam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997), hl.21
[13] Ibid.,hlm24
[14] Ibid..,
[15] QS : Ar-rad : 11

1 komentar:

  1. TIP: Titanium Headsets - TitaniumArts
    TIP: Titanium Headsets. TIP: Titanium Headsets are the titanium exhaust tubing latest titanium granite generation of mobile devices. The TIP app can be played with your titanium bike frame own smartphone or titanium band rings tablets stiletto titanium hammer with the

    BalasHapus