Senin, 26 Maret 2012

Orientalis Mneggugat Hadis


BAB I
Pendahuluan
                             Orientalis Menggugat Hadis

                Sungguh telah banyak problem yang menimpa otentikan hadis, mulai dari persoalan ekternal, yakni aksi gugat mengugat yang datang dari kalangan non muslim (orientalis) maupun muslim sendiri, yang mempersolakan keberadaan hadis. Tokoh-tokoh yang mempersoalkan keberadaan hadis misalnya Ignas Goldziher dan Yosep Scahcht, dua orientalis ini sangat rajin mengkritik hadis (meragukan otentisitasnya).[1] dan Orientalis-orientalis lain yang akan dibahas di sub-bahasan
                 Adapun persoalan yang mengemukakan dari sisi internal, adalah persoalan yang bersangkutan dari figur Nabi, sebagai figur sentral. Sebagai Nabi akhir zaman, otomatis ajaran-ajaran beliau berlaku bagi keseluruhan umat, dari berbagi tempat, waktu sampai pada akhir zaman, sementara hadis itu sendiri turun pada kisaran kehidupan Nabi. Disamping itu tidak semua hadis mempuyai asbab al-wurud, yang menyebabkan hadis bersifat umum atau khusus. Dengan melihat kondisi yang melatar belakangi menculnya suatu hadis, menjadikan sebuah hadis kadang difahami secara tekstual dan secara kontektual

                Keberadaan Nabi dalam berbagai posisi dan fungsinya yang terkadang sebagai manusia biasa, sebagai pribadi, suami, sebagai utusan Allah, sebagai kepala negara, sebagai panglima perang, sebagai hakim dan lainya. Keberadan Rasulallah ini menjadi acuan bahwa untuk memahami hadis perlu dikaitkan dengan peran apa yang beliau ‘laksanakan’. Oleh karenaya penting sekali untuk mendudukan pemahaman hadis pada tempatnya yang proposional, kapan dipahami secara tekstual, kontektual, universl, temporal, situasional maupun lokal[2]. Itulah pentingnya mengenal ilmu penelitian hadis, hal ini akan memudahkan kita memahami hadis disamping itu kita juga bisa menilai kualitas hadis itu
Bab II
Hadis dan Citra Nabi Muhammad
di dalam Pandangan Orientalis

1.      Kajian Orientalis serta Pandangan Orientalis mengenai Hadis Nabi
Seorang Orientalis Yahudi kelahiran Hungaria adalah Ignaz Goldziher yang  sempat “nyantri” di Universitas al-Azhar Kairo, Mesir selama kurang lebih setahun (1873-1874). Setelah kembali ke Eropa, oleh rekan-rekannya ia dinobatkan sebagai orientalis yang  paling mengerti tentang Islam, meskipun  tulisan-tulisannya mengenai Islam sangat negatif dan distortif, mengelirukan dan menyesatkan.
 Pendapat Goldziher mengenai hadis “dari sekian banyak hadis yang ada, sebagian besarnya atau keseluruhan hadis tidak dapat dijamin keasliannya alias palsu dan, karena itu, tidak dapat dijadikan sumber informasi mengenai sejarah awal Islam” dan menurut Goldziherhadis lebih merupakan refleksi interaksi dan konflik pelbagai aliran dan kecenderungan yang muncul kemudian di kalangan masyarakat Muslim pada periode kematangannya, ketimbang sebagai dokumen sejarah awal perkembangan Islam. Ini berarti, menurutnya, hadis adalah produk buatan masyarakat Islam beberapa abad setelah Nabi Muhammad SAW wafat, bukan berasal dan tidak asli dari beliau.”.[3]
Goldziher  dalam bukunya al-Aqidah was-Syari’ah fil-Islam (Aqidah dan Syariah dalam Islam)[4] juga berkomentar sebagai berikut :
“Islam berkembang di tangan para pengikutnya melalui cara-cara yang tidak dikenal oleh Muhammad di masa hidupnya. Adapun cara yang mereka tempuh itu ialah menyebarluaskan hadis buatan ulama dan ahli-ahli fiqh yang ingin menjadikan islam sebagai Agama yang multi dimensi, komrehensif, dan mencakup segala aspek kehidupan.”[5]
“Ajaran-ajaran al-Quran disempurnakan dan dijabarkan oleh himpunan hadis yang mutawatir. Meskipun hadis-hadis ini tidak datang dari Nabi, namun dianggap sebagai asas Islam”.
“Banyak kalimat atau perkataan atau kata-kata mutiara yang diambil dari kitab Perjanjian Lama dan Baru, khutbah para pendeta, ajaran filsafat Yunani, kata-kata mutiara orang Persi dan dari India yang semua itu mempunyai kedudukan yang sangat baik dalam syari’at Islam melalui jalan yang disebut hadis.”
“Sesungguhnya Rasulullah sendiri merasa kebingungan untuk menetapkan suatu hukum mengenai problema yang terjadi di lingkungan masyarakatnya, apakah hal itu bileh dilakukan atau tidak, sehingga Allah menurunkan wahyu menerangkan tentang dihapus atau tidaknya hukum tersebut.”
“Sebenarnya hukum yang ditetapkan di dalam al-Quran sedikit jumlahnya, dan tidak mungkin hukum-hukumnya meliputi semua aspek kehidupan, misalnya al-Quran menyatakan bahwa perbuatan syirik adalah dosa terbesar  yang pelakunya tidak akan diampuni oleh Allah (jika ia tidak bertaubat). Syirik ini hanya terdapat dalam bidang aqidah semata-mata, tetapi kemudian hadis Nabi memperluas ruang lingkup syirik ini, tidak hanya dalam bidang aqidah, melainkan mencakup sejarah bidang ibadah, juga maslah riya yang tidak ada sangkut pautnya dengan tauhid. Namun oleh Nabi dianggapnya sebagai perbuatan syrik.”[6]
Pandangan Goldziher tentang hadis Nabi ini diperkuat oleh Schot (seorang orientalis Jerman) dengan perkataannya, “hadis-hadis itu itu sebenarnya hanyalah aturan-aturan yang dibuat-buat untuk menegakkan mazhab fikh. Maksudnya, bahwa mazhab-mazhab fikh itu ada terlebih dahulu, baru kemudian mereka  datangkan hadis-hadis untuk menguatkannya.” “sebenarnya, menurut Schot : kitab-kitab hadis itu belum di dapati manusia kecuali sesudah masa Imam Syafi’i. Ketika Imam Syfi’i menganggap hadis itu sebagai salah satu pokok Agama, maka para pemalsu hadis berebutan untuk membuat hadis-hadis palsu guna memperkuat madzhab mereka masing-masing  dan untuk membatalkan mazdhab mereka masing-masing dan untuk mebatalkan madzhab yang bertentangan dengan madzhabnya.[7]
Adapun seperti Spanger, Well, Dauzy, Meyer, Schot, dan Hamilton Gibb tentang hadis Nabi yang terkesan mencela adalah sebagai berikut :
“Apa yang dikatakan hadis Nabi itu kebanyakan bikinan orang semata-mata”. (Spranger).
”Sebagian dari hadis yang termuat dalam kitab Shahih Bukhari tidak ada asalnya dan tidak dapat dipercaya.”(Meyer, Well, Dauzy).
”Sanad hadis Nabi hanya buatan belaka”. Yosef Schot, Well, Dauzy, Meyer, dan Hamilton Gibb.[8]
Menurut Hamilton Gibb seorang  antek imperialis yang sangat keras memusuhi Islam mengatakan sebagai berikut :
”Sesungguhnya bangunan pemikiran keagamaan dalam Islam, sebagian besar mengacu pada pemikiran orang-orang jahiliyah tentang kepercayaan mereka terhadap perkara-perkara gaib, dan semua itu diambil oleh Muhammad, kemudian dirubahnya mana yang mungkin dapat dirubah, dan yang tidak dapat dirubah diabiarkannya sebagaiman adanya. Setelah itu dipergunakanlah untuk menghiasi tata aturan Agama Islam serta untuk menegakkan aqidah dan pemikiran keagamaan jika hal itu dipandang sesuai. Ketika Muhammad hendak meyebarkan Agamanya kepada bangsa-bangsa di luar bangsa Arab, maka dimasukkan unsur-unsur tata aturan jahiliyah itu ke dalam kandungan al-Quran.
Sedangkan hadis-hadis Nabi, merupakan kekuatan yang ampuh untuk menegakkan agama Islam pada kurun pertama, padaha kebanyakan hadis-hadis itu diambil oleh Muhammad dari ajaran agama kristen dan budha.” (Hamilthon Gibb dalam bukunya Bunyatul Fikrid-dini fil Islam (Bangunan Pemikiran Keagamaan dalam Islam).[9]
Selain Spanger, Well, Dauzy, Meyer, Schot, dan Hamilton Gibb, para orientalis seperti William Muir, David Samuel Margoliouth, Henri Lammens (misionaris Belgia) dan Leone Caetani (misionaris Italia), Josef Horovitz Alfred Guillaume,[10] juga turut  memberikan komentarnya tentang hadis Nabi yaitu  : .
ü  Alois Sprenger, yang pertama kali mempersoalkan status hadis dalam Islam. Dalam pendahuluan bukunya mengenai riwayat hidup dan ajaran Nabi Muhammad SAW, misionaris asal Jerman yang pernah tinggal lama di India ini mengklaim bahwa ”hadis merupakan kumpulan anekdot” (cerita-cerita bohong tapi menarik).
ü  William Muir, orientalis asal Inggris yang mengkaji biografi Nabi Muhammad SAW dan sejarah perkembangan Islam. Menurutnya, “dalam literatur hadis, nama Nabi Muhammad SAW sengaja dicatat untuk menutupi bermacam-macam kebohongan dan keganjilan (“…the name of Mahomet was abused to support all possible lies and absurdities”). Oleh sebab itu, menurutnya dari empat ratus hadis yang dianggap shahih oleh Imam Bukhārī, paling tidak separuhnya harus ditolak.
ü  David Samuel Margoliouth, meragukan otentisitas hadis,pertama karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa hadis telah dicatat sejak zaman Nabi SAW, dan kedua karena  lemahnya ingatan para perawinya.
ü  Henri Lammens (misionaris Belgia) dan Leone Caetani (misionaris Italia)menganggap isnād muncul jauh setelah matan hadis ada dan merupakan fenomena internal dalam sejarah perkembangan Islam”.
ü  Josef Horovitz berspekulasi bahwa “sistem periwayatan hadits secara berantai (isnad) baru  diperkenalkan dan diterapkan pada akhir abad pertama Hijriah. Selanjutnya orientalis Jerman berdarah Yahudi ini mengatakan bahwa besar kemungkinan praktek isnād berasal dari dan dipengaruhi oleh tradisi oral sebagaimana dikenal dalam literatur Yahudi: “Esliegt nahe, in diese Gleichstellung den Einfluss der jüdischen Theorie zuvermuten, um so mehr als sich im Hadīt selbst Reminiszenzen an die Stellungerhalten haben, welche das Judenthum der mundlichen Lehre zuerkennt.”
ü  Alfred Guillaume. Dalam bukunya mengenai sejarah hadis, mantan guru besar Universitas Oxford ini mengklaim bahwa “sangat sulit untuk mempercayai literature hadits secara keseluruhannya sebagai rekaman otentik dari semua perkataan dan perbuatan Nabi SAW”. Karena gugatan orientalis terhadap hadits pada awalnya mempersoalkan  ketiadaan data historis dan bukti tercatat (documentary evidence) yang dapat memastikan otentisitas hadits, maka sejumlah pakar pun melakukan penelitian intensif perihal sejarah literatur hadits guna mematahkan argumen orientalis yang mengatakan bahwa hadits baru dicatat pada abad kedua dan ketiga Hijriah.





2. Citra Nabi Muhammad dalam pandangan Orientalis
Ø  Tuduhan Terhadap Kerasulan Muhammad[11]
Di dalam bukunya , al-Aqidah wasy-Syari’ah fil Islam” (Aqidah dan Syariat dalam Islam)Goldziher  mengatakan :
  1. Rasul adalah  seorang pembimbing, bukan sebagai contoh dan teladan yang baik.
  2. Pada dirinya terdapat banyak kelemahan dan cacat sebagai mana layaknya manusia, dengan alasan ia tidak mendakwahkan dirinya sebagai orang suci
  3. Pada ajarannya terdapat dongeng yang menyesatkan. Muhammad mengabarkan Tuhan turun dari langit untuk menyertainya dalam peperangan.
Hal tersebut yang disampaikan Goldziher, dengan beberapa tuduhannya. Dalam kitabnya al-Madazahib al-Islamiyah Fi Tafsir al-Quran, ia menunjukkan bahwa ia telah lama melakukan studi terhadap al-Quran dan mazhab-mazhab yang bermacam-macam dalam menafsirkan al-Quran , dari segi bahasa, makna dan istilah-istilah syari’ah .
Goldziher mengemukakan beberapa ayat yang ditujukan untuk Rasulullah  

$pkšr'¯»tƒ ÓÉ<¨Z9$# !$¯RÎ) y7»oYù=yör& #YÎg»x© #ZŽÅe³t6ãBur #\ƒÉtRur ÇÍÎÈ   $·ŠÏã#yŠur n<Î) «!$# ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ %[`#uŽÅ ur #ZŽÏYB ÇÍÏÈ [12] 
45. Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan,
46. dan untuk Jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk Jadi cahaya yang menerangi.
Kedua ayat ini ditafsirkan oleh Goldziher bahwa Rasulullah saw, hanyalah seorang pembimbing, bukan sebagai contoh dan teladan yang luhur. Rasul dianggap sebagai panutan (teladan) yang baik, hanya karena rasul punya kelebihan banyak berzikir kepada Allah[13]. sebagaimana disebutkan dalam surah al-Azhab : 21 “Sesungguhnya Muhammad menyandang kelemahan sebagaimana manusia lainnya, dan dia menghendaki agar segenap kaum Mu’min memndangnya sebagai seorang manusia yang mempunyai banyak cacat sebagaimana orang lain. Karena dia tidak pernah merasa bahwa dia orang suci, di samping itu dia juga tidak ingin dianggap orang suci.

            Disatu sisi tiada henti-hentinya para Orientalis menghujat Rasulullah dengan berbagai hinaan tapi disisi lain dengan alasan yang jelas orang-orang non-Muslim di Barat mengagumi sosok Baginda tercinta, yaitu sebagai berikut[14] :
Ø  W. Montgomery Watt, MOHAMMAD AT MECCA, Oxford, 1953, p. 52.
Kesiapannya menempuh tantangan atas keyakinannya, ketinggian moral para pengikutnya, serta pencapaiannya yang luar biasa “ semuanya menunjukkan integritasnya. Mengira Muhammad sebagai seorang penipu hanyalah memberikan masalah dan bukan jawaban. Lebih dari itu, tiada figur hebat yang digambarkan begitu buruk di Barat selain Muhammad
Ø  Annie Besant, THE LIFE AND TEACHINGS OF MUHAMMAD, Madras, 1932, p. 4.

"Sangat mustahil bagi seseorang yang memperlajari karakter Nabi Bangsa Arab, yang mengetahui bagaimana ajarannya dan bagaimana hidupnya untuk merasakan selain hormat terhadap beliau, salah satu utusan-Nya. Dan meskipun dalam semua yang saya gambarkan banyak hal-hal yang terasa biasa, namun setiap kali saya membaca ulang kisah-kisahnya, setiap kali pula saya mersakan kekaguman dan penghormatan kepada sang Guru Bangsa Arab tersebut."
Ø  THOMAS CARLYLE in his HEROES AND HEROWORSHIP
Betapa menakjubkan seorang manusia sendirian dapat mengubah suku-suku yang saling berperang dan kaum nomaden (Baduy) menjadi sebuah bangsa yang paling maju dan paling berperadaban hanya dalam waktu kurang dari dua decade."Kebohongan yang dipropagandakan kaum Barat yang diselimutkan kepada orang ini (Muhammad) hanyalah mempermalukan diri kita sendiri.
Ø  James A. Michener, "Islam: The Misunderstood Religion," in READER'S DIGEST (American edition), May 1955, pp. 68-70.

               Muhammad, seorang inspirator yang mendirikan Islam, dilahirkan pada tahun 570 masehi dalam masyarakat Arab penyembah berhala. Yatim semenjak kecil dia secara khusus memberikan perhatian kepada fakir miskin, yatim piatu dan janda, serta hamba sahaya dan kaum lemah.
Di usia 20 tahun, dia sudah menjadi seorang pengusaha yang sukses, dan menjadi pengelola bisnis seorang janda kaya. Ketika mencapai usia 25, sang majikan melamarnya. Meski usia perempuan tersebut 15 tahun lebih tua Muhammad menikahinya dan tetap setia kepadanya sepanjang hayat sang istri.
Seperti halnya para nabi lain, Muhammad memulai tugas kenabiannya dengan sembunyi-sembunyi dan ragu-ragu karena menyadari kelemahannya. Tapi  adalah perintah yang diperolehnya, -dan meskipun sampai saat ini diyakini bahwa Muhammad tidak bisa membaca dan menulis “ dan keluarlah dari mulutnya satu kalimat yang akan segera mengubah dunia: Tiada tuhan selain Tuhan.
"Dalam setiap hal, Muhammad adalah seorang yang mengedepankan akal. Ketika putranya, Ibrahim, meninggal disertai gerhana dan menimbulkan anggapan ummatnya bahwa hal tersebut adalah wujud rasa belasungkawa Tuhan kepadanya, Muhammad berkata:Gerhana adalah sebuah kejadian alam biasa, adalah suatu kebodohan mengkaitkannya dengan kematian atau kelahiran seorang manusia.      
              "Sesaat setelah ia meninggal, sebagian pengikutnya hendak memujanya sebagaimana Tuhan dipuja, akan tetapi penerus kepemimpinannya (Abu Bakar-pen.) menepis keingingan ummatnya itu dengan salah satu pidato relijius terindah sepanjang masa: ˜Jika ada diatara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwa ia telah meninggal. Tapi jika Tuhan-lah yang hendak kalian sembah, ketahuilah bahwa Ia hidup selamanya. (Ayat terkait: Q.S. Al Imran, 144)
Ø  Tidak ada tambahan dalam agama Islam [15]
Didalam bukunya “al-Aqidah wasy-Syari’ah fil Islam” (Aqidah dan Syariat dalam Islam Goldziher  juga menyatakan sebagai berikut :
  1. Islam dengan aqidah dan hukum-hukumya bermula dari Nabi Muhammad pada abad pertama Hijriah. Sesudah itu datanglah ahli-ahli, di antara mereka ada yang baik dan ada yang culas, lalu mereka masukkan berabagai tambahan ke dalam agama Islam, sehingga  berwujud seperti sekarang ini. Alam fikiran Islami telah mengimpor tambahan-tambahan dari berbagai peradaban dan kebudayaan yang dijumpai.
  2. Bukan Muhammad yang membawa agama Islam ini. Agama Islam datangnya bukan dari Allah dan bukan pula dari Muhammad sendiri. Sebagian besar pokok-pokok cabaang-cabang ajaran Islam diambil dari agama bangsa lain, yaitu bangsa India, Persia, dan Rumawi, kemudian dicampur dengan hasil pemkiran dan rekannya sendiri, lalu ia memproklamirkan dirinya sebagai pembawa risalah dan nubuwah yang datang untuk memperbaiki keadaan bangsa Arab yang menyembah berhala.
  3. Missi atau risalah yang disampaikan oleh Nabi berkebangsaan Arab adalah himpunan pengetahuan dan pemikiran ke agamaan yang diketahui dan disadapnya berkat hubungannya, karena ia sangat terkesan olehnya dipandang sangat cocok untuk membangkitkan rasa keagamaan kaumnya, bangsa Arab.
  4. Muhammad menerima ajaran ketuhanan dari Tasri’ atau perundang-undangan agamanya dari para dukun dan para pendeta.
Demikianlah agama Islam dengan segala akidah dan syariahnya menurut pandangan Goldziher dan teman-temannya dari komplotan orientalis. Islam hanyalah merupakan formulasi dari berbagai fikiran, pendapat, kebudayaan, dan peradaban orang-orang terdahulu, yaitu orang Hindu, Persia, Rumawi, Yahudi, Nasrhani, para tukang tenun dan para Pendeta.[16] Menurutnya :
  1. Tidak ada sesuatu yang baru lagi dalam Islam, Islam hanya sekedar jiplakan dan nukilan yang diformulasikan.
  2. Muhammad bukannya Nabi dan bukan pula rasul, Muhammad hanyalah seorang penjiplak dan seorang plagiator.
Goldziher bahkan menuduh Rasulullah seperti yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah, mengumandangkan da’wahnya. Waktu itu mereka mengatakan
(#qä9$s%ur $pkšr'¯»tƒ Ï%©!$# tAÌhçR Ïmøn=tã ãø.Ïe%!$# y7¨RÎ) ×bqãZôfyJs9 [17]ÇÏÈ  
6. mereka berkata: "Hai orang yang diturunkan Al Quran kepadanya, Sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila[18]
(#þqç6Ågxur br& Mèduä!%y` ÖÉZB öNåk÷]ÏiB ( tA$s%ur tbrãÏÿ»s3ø9$# #x»yd ֍Ås»y ë>#¤x. [19]ÇÍÈ  
4. dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: "Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta".






BAB III
Tujuan Kritik Hadis
serta Hasil Penelitiannya

1. Defenisi Kritik
  Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata naqd atau dari kata tamyiz yang diartikan; sebagai usaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran[20] ktitik disini bukanlah seperti yang disampaikan para Orientalis pada pembahasan sebelumnya , tapi kritik disini sebagai upaya mengkaji hadis Rasulallah saw untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad SAW.
Pengertian kritik dengan mnggunakan kata naqd mengidentfikasika bahwa kritik studi harus dapat membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pengimbang yang baik, ada timbal balik menerima dan memberi, terarah pada sasaran yang dikritik. Adanya unsur perdebatan yang berarti mengeluarkan pemikiran masing-masing[21] . Dengan demikian, pengertian kritik harus bertujuan untuk memperoleh kebenaran yang tersembunyi.

Ø  Definisi kritik hadis menurut istilah.

            1.  "Ilmu kritik hadis  menurut Muhammad Tahir al-Jawaby adalah ketentuan terhadap para periwayat hadis baik kecacatan atau keadilannya dengan menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu yang dikenal oleh ulama-ulama hadis. Kemudian meneliti matn hadis yang telah dinyatakan sahih dari aspek sanad untuk menetukan keabsahan atau ke-dhaifan matn hadis tersebut, mengatasi kesulitan pemahaman dari hadis yang telah dinyatakan sahih, mengatasi kontradisi pemahaman hadis dengan pertimbangan yang mendalam[22]"

         2.  "Definisi kritik menurut Muhammad Mustafa Azami hadis adalah membedakan (al-Tamyis) antara hadis-hadis sahih dari hadis-hadis da'if dan menetukan kedudukan para periwayat hadis tentang kredibilitas maupun kecacatannya"[23]
Menurut Imam Muslim, yang hidup pada abad ke 3 H, menamakan bukunya dengan al-Tamyiz, yang isi pembahasannya adalah metodologi kritik hadis. Sebagian Ulama hadis di abad ke-2 H juga telah menggunakan kata al-naqd di dalam karya mereka, namun mereka tidak menampilkannya di dalam buku mereka tersebut. Mereka justru memberi judul bagi karya yang membahas mengenai kritik hadis ini dengan nama al-Jarh wa al-Ta’dil ( They named the science which deals, the knowledge of invaling and de clearing reliable in hadith).[24]
   Jika melihat definisi diatas maka sebenarnya kritik sudah ada pada zaman Nabi Muhammad, pengertian kritik pada masa ini hanya bersifat konfirmatif untuk memperkuat kebenaran informasi yang diterima. Metode sederhana yang ada pada Nabi menjadi landasan dasar dalam perkembangan ilmu kritik hadis yang sistematis.
Dalam tahapan ini, aktivitas kritik hadis tersebut masih terbatas pada upaya mendatangi Rasululah dalam membuktikan kebenaran suatu riwayat yang disampaikan oleh Sahabat yang berasal dari beliau. Pada tahapan ini juga, kegiatan konfirmasi dan suatu proses konsolodasi agar hati menjadi tenteram dan mantap, bukan karena tidak mempercayai pemberitaan sahabat, sebab sahabat dalam pandangan ulama hadis tidak bersifat pembohongan dan tidak saling membohongi antara satu terhadap yang lannya[25]
Jadi, mustahil jika hadis-hadis Rasulullah adalah suatu cerita menarik tetapi bohong (anekdot), sulit dipercaya,dan lain-lain sebagainya seperti yang dilontarkan para kaum Orientalis. Karena untuk menjadikan hadis itu menjadi informasi yang akurat dan terpercaya sebagai landasan Islam setelah al-Quran tepatnya dijadikan hujjah didalamnya ada kebohongan setelah dilakukan penelitian.

2. Obyek Penelitian Hadis

*      kritik Sanad Hadis
Bagian-bagian penting dari sanad yang diteliti adalah nama perawi, lambang-lambang periwayatan hadis, misalnya; sami’tu, akhbarāni, ‘an dan annă.. selain itu sanad harus mempunyai ketersambungan, yaitu perawi harus berkualitas siqat (‘adil dan dhabit), masing-masing perawi menggunakan kata penghubung adanya pertemuan, diantaranya; sami’tu, hadatsana, hadatsani, akhbirni, qala lana, dhakaran [26]
              Pada umumnya para ulama dalam melakukan penelitian hanya berkosentrasi pada dua pertanyaan, Pertama, apakah perawi tersebut layak dipercaya, atau kedua, apakah perawi tersebut tidak pantas dipercaya
[27] .
Untuk meneliti isnad/sanad diperlukan pengetahuan tentang kehidupan, pekerjaan dan karakter berbagai pribadi yang membentuk rangkaian yang bervariasi dalam mata rantai isnad yang berbeda-beda. Sanad juga untuk memahami signifikansi yang tepat dari matn, sedangkan untuk menguji keaslian hadis diperlukan pengetahuan tentang berbagai makna ungkapan yang digunakan, dan juga diperlukan kajian terhadap hubungan lafadz matn di hadis-hadits yang lain[28] (beberapa di antaranya memilki kesamaan atau bertolak belakang dengan matn tersebut). Matn hadis yang sudah sahih belum tentu sanadnya sahih. Sebab boleh jadi dalam sanad hadis tersebut terdapat masalah sanad, sepeti sanadnya tidak bersambung atau salah satu periwayatanya tidak siqat (‘adil dan dhabit )[29]
Studi sanad hadis berarti mempelajari rangkaian perawi dalam sanad, dengan cara mengetahui biografi masing-masing perawi, kuat dan lemahnya dengan gambaran umum, dan sebab- sebab kuat dan lemah secara rinci, menjelaskan muttasil dan munqati’nya perawi[30] .
Dan selanjutkan akan diteruskan pada kajian matn. Pembahasan/ penelitian ini (kualitas perawi) terangkum dalam kitab/ilmu Rijal al Hadis, atau ilmu Riwayah. Lebih spesifik lagi kita bisa temukan di kitab Jarh wat Ta’dil, dan lain sebagainya. Telah bayak kitab-kitab yang berisi biografi perawi, sampai kepada ketersambungan masa hidup, dan kualits pribadi mereka (perawi).
*      Kritik Matn  hadis
Sebagai langkah selanjutnya untuk mengadakan penelitian/kritik hadis pada bidang materi (matn) paling tidak menggunakan kriteria sebagai berikut
;
1) Ungkapanya tidak dangkal, sebab yang dangkal tidak pernah diucapkan oleh orang yang mempunyai apresiasi sastra yang tinggi fasih.

2) Tidak menyalahi orang yang luas pandanganya/pikiranya, sebab sekiranya menyalahi tidak mungkin ditakwil.

3) Tidak menyimpang dari kaedah umum dan akhlak
.
4) Tidak menyalahi perasaan dan pengamatan.

5) Tidak menyalahi cendekiawan dalam bidang kedokteran dan filsafat.

6) Tidak mengandung kekerdilan, sebab syariah jauh dari sifat kerdil

7) Tidak betentangan dengan akal sehubungan dengan pokok kaidah, termasuk sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya
.
8) Tidak bertentangan dengan sunnatullah mengenai alam semesta dan kehidupan manusia.
9) Tidak mengandung sifat naif, sebab orang berakal tidak pernah dihinggapinya
.
10) Tidak menyalahi al-Qur'an dan al-sunnah
.
11) Tidak bertentangan dengan sejarah yang diketahui umum mengenai zaman Nabi.
12) Tidak menyerupai mazdhab rawi yang ingin benar sendiri
.
13) Tidak meriwayatkan suatu keadilan yang dapat disaksikan orang banyak, padahal riwayat tersebut hanya disaksikan oleh seorang saja
.
14) Tidak menguraikan riwayat yang isinya menonjilkan kepentingan pribadi

15) Tidak mengandung uraian yang isinya membesar-besarkan pahala dari perbuatan yang minim dan tidak mengandung ancaman besar terhadap perbutan dosa kecil[31] .
             Lebih sederhana lagi kriteria ke shahihan hadis adalah sepeti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Baqdadi (w.463 H/1072 M) bahwa suatu matn hadis dapat dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matn hadis yang shahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut;

1) Tidak bertentangan dengan akal sehat

2) Tidak bertentangan dengan al-Qur'an yang telah muhkam

3) Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir

4) Tidak bertentangan dengan amalan yang telah disepakati ulama masa lalu

5) Tidak bertentanga dengan dalil yang telah pasti, dan

6) Tidak bertentangan dengan hadis Ahad yang kualitas keshahihannya kuat[32] .
3.  Tujuan Kritik Hadis
Adapun tujuan krirtik hadis adalah untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti. Kualitas hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahhan hadis yang bersangkutan, hadis yang tidak memenuhi syarat itu diperlukan karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Peggunaan hadis yang tidak memenuhi syarat akan dapat mengakibatkan ajaran Isalam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.
Sanad merupakan hal penting dalam hadis, Muhammad bin Sirin (w110H / 728 M) menyatakan bahwa “sesungguhnya pengetahuan hadis adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama itu. Artinya, dalam mengahadapi hadis maka sangat penting diteliti terlebih dahulu para periwayat yang terlibat dengan sanad.[33]
Begitupula halnya dengan matn hadis perlu adanya kritik dengan melakukan penelitian, biasanya ilmu yang membahas hal tersebut terangkum dalam ilmu jarh wat Ta’dil.


4. Hasil Penelitian Hadis[34]
  1. Hasil penelitian yang telah dikemukan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas dari hasil ijtihad. Suatu hasil ijtihad tidak telepas dari dua kemungkinan yakni benar atau salah, jadi hadis tertentu yang dinyatakan berkualitas sahih oleh seorang ulama hadis masih terbuka kemungkinan ditemukan kesalahan, walau dilakukan penelitian lebih cermat.
  2. Pada kenyataan tidak sedikit hadis dinilai shahih oleh ulama tertentu, tetapi dinilai tidak shahih oleh ulama tertentu lainnya. Padahal suatu berita itu tidak terlepas dari dua kemungkinan yakni benar atau salah. Dengan begitu, penelitian kembali masih perlu dilakukan minimal untuk mengetahui sebab terjadinya perbedaan hasil penelitian tersebut.
  3. Pengetahuan manusia berkembang dari masa kemasa perkembangan pengetahuan itu suadah selayaknya dimanfaatkan untuk melihat kembali hasil-hasil yang telah lama ada.
  4. Ulama hadis adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari salah karenanya tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah merekak kemukakan masih dapat ditemukan kesalahan setelah dilakukan penelitian.
  5. Penelitian hadis mencakup penelitian sand dan matn. Dalam penelitian sanad pada dasarnya yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat yang terlibat dengan sanad , disamping itu metode periwayatan yang digunakan masing-masing periwayat itu.








BAB IV
PENUTUP DAN KESIMPULAN

Penutup

Kritik hadis atau dengan kata lain penelitian hadis adalah upaya kita untuk menseleksi kehadiran hadis, memberikan penilaian dan membuktikan keautentikan sebuah hadis. Upaya ini juga berarti mendudukan hadis sebagai hal yang sangat penting dalam sumber hukum Islam kedua setelah Islam, itulah bukti kehati-hatian kita. Upaya ini juga sebagai upaya untuk memahami hadis dan tepat dalam mengamalkan isi dari hadis tesebut. jadi kita akan lebih yakin akan kebenaran hadis karena adanya proses penseleksian yang ketat dari para sahabat dan para ulama dan metode pemahaman yang benar. Lengkaplah sumber kebenaran dalam Islam, selanjutnya bagaimana kita mendialektikakan teks (al-Qur’an dan Hadis) kekehidupan kita masing-masing, kapanpun dan dimanapun berada.

Kesimpulan
Menambah kenyakinan kita terhadap keontetikan hadis Nabi walau serangan datang dari Orientalis dengan penelitian hadis maka semua tuduhan mampu terbantahkan
Menunjukan kehati-hatian kita terhadap sumber kebenaran sehingga sikap kritis Orientalis merupakan bentuk distortif yang mengada-ada mampu juga diimbangi dengan sikap kritis terhadap penelitian hadis mendapat kebenaran
Sebagai pelajaran kita bahwa sumber informasi (data) itu harus jelas dan tidak boleh dimanipulasi,
Mengasah nalar kritis kita


Daftar Pustaka

Ali Nizar. Memahami Hadis Nabi. 2001 (Metode dan Pendekatan)
                Yogyakarta :CESad
Bustamin, . Metodologi Kritik hadis. 2004. Jakarta :Raja Grafindo.  
Fudhaili, Ahmad,. Perempuan dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-Hadis Sahih. 2005. Jakarta : Pilar media.
Ismail ,Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. 1992. Jakarta. :Bulan Bintang.

Rahman,Fazlur.Dkk. Wacana Studi Hadis Kontemporer.2002. Yogjakarta :Tiara Wacana
Yuslem, Nawir.  Ulumul Hadis. 2001.Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya.

M. M. Azami. Studies Methodology and Literature.1997. Indiana :
 Trust  Publications






[1] Fazlur Rahman. Dkk, Wacana Studi Hadis Kontemporer,(Yogjakarta: Tiara Wacana ,2002), h. 138.
[2] Ibid. h.139-140.
[3] http//www.SyamsudinArif.co.id (28 April 2009)
[4] Prof Ahmad Muhammad Jamal, Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam (Bandung : CV Dipenogoro,1991),hl.101
[5] ibid.,hl.102.
[6] Ibid.,103.
[7] Ibid.,
[8] Inid.,hl.101.
[9]ibid.,
[10] http//www.Syamsuddin Arif.co.id (28 April 2009)
[11] Prof Ahmad Muhammad, Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, hl.260.
[12] Qs : al-Azhab (33) : 45-46.
[13] Prpf. Ahmad Muhammd, Upaya Orientalis dalam Memalsukan Islam, hl.261.
[14] http://emprit.multiply.com/reviews/item/13

[15] ibid.,
[16] ibid.,251
[17] Qs : al-Hijr (15 ): 6
[18] Kata-kata ini diucapkan oleh orang-orang kafir Mekah kepada Nabi s.a.w. sebagai ejekan.
[19] Qs : as-Shad (38) : 4
[20] Bustamin. Metodologi Kritik hadis. Raja Grafindo. Jakarta. 2004. h. 7
[21]Ahmad Fudhaili,. Perempuan dilembaran Suci: Kritik atas Hadis-Hadis Sahih,( Yogjakarta : Pilar Media), 2005. h. 26-27.
[22] Ibid.hl.27
[23] Ibid.28
[24] M.M.Azami, Studies in Hadith Methodology and Literature, (Indianapolis, Indiana: American Trust Publications,1997),hl.47
[25] Dr. Nawir Yuslem, Ulumul Hadis (Jakarta : PT Mutiara Sumber Widya, 2001),hl.331.
[26] Bustamin.Op.Cit.h.53
[27] Nizar Ali. Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan) CESad.Yogjakarta. 2001. h. 17
[28] Fazlur Rahman dkk. Op.Cit. h. 78.
[29] . Bustamin.Op.Cit.h.53
[30] Mahmud at Tahhan. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. (Terj; Ridwan Nasir) Bina Ilmu. Surabaya. 1995. h. 97

[31] Nizar Ali. Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogjakarta :CESad 2001). h. 17

[32] Dikutib dari Salah Al-Din bin Ahmad Al-Adabi. Oleh Bustamin; Metodologi Kritk Hadis….h. 63
[33] Dr. M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1992),hl.23.
[34]ibid.,hl.28-30

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus