Selasa, 20 Maret 2012

STUDI QUR'AN


STUDI QUR’AN

A.    Pendahuluan
Alquran adalah kitab petunjuk dan anugrah termulia untul kebaika alam semesta. Pada abad permulaan kebangkitan umat Islam, satu-satunya kekuatan yang dimiliki pemeluknya adalah Alquran dan Sunnah Nabi. Sehingga pada masa itu Islam menampakkan satu kekuatan lahir batin yang menggerakkan pemeluknya memiliki suatau kematangan intelektual dan tingkat penghayatan spiritual yang tinggi. Dan merupakan mukjizat Islam yang abadi dimana semakin maju ilmu dan pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya.
Alquran merupakan sumber yang otentik dan yang pertama dijadikan pedoman bagi pembentukan hukum syari’at Islam. Dan merupakan wahyu ilahi yang benar dan abadi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Maka dengan keotentikan dan kedudukannya sebagai sumber utama hukum islam menutut kita umat Islam untuk mengkaji dan mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Alquran.
Dalam pembahasan makalah ini akan memaparkan dan menguraikan mengenai : Definisi kunci-kunci istilah Qur’an, Asal usul pengkajian Qur’an dalam komunitas muslim awal, pendekatan-pendekatan utama dalam studi Qur’an, Metodologi tafsir Qur’an dan tokoh-tokoh yang berpengaruh dan karya-karya dalam studi Qur’an, Perkembangan modern dan karya-karya referensi dalam studi Qur’an, Studi Qur’an dikalangan Orientalis, serta kritik analisis terhadap kajian orientalis.



B.     Definisi Kunci-Kunci Istilah Dalam Studi Qur’an
Dalam mengkaji dan mempelajari Qur’an, terdapat dengan yang namanya istilah-istilah yang rancu maknanya bila diartikan secara bahasa. Oleh karena itu sebelum mempelajari ilmu Qur’an perlu terlebih dahulu memahami definisi istilah tersbut menerut ulama Qur’an atau tafsir. Allah Subhanahu wata’ala  menamai kitab yang diturunkanNya kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat dengan beberapa nama. Diantaranya yang populer dari beberapa nama lainnya adalah : Al-Kitab dan Alquran. Dalam hal ini, Muhammad Abduh Darraz berkata, “ Dinamakan Alquran karena ia dibaca dengan lisan, dan dinamakan dengan Al-Kitab karena ia ditulis dengan pena. Kedua nama ini menunjukkan makna yang relevan sekali dengan kenyataannya”[1].
a.    Al-Kitab
Definisi Al-kitab adalah menurut bahasa artinya “ yang ditulis “. Kitab adalah mashdar yang dinamkan dengan makna isim maf’ul yaitu “maktub”  yang ditulis. Dalam ‘uruf syara’ (istilah ahli agama), kitab itu diartikan dan dimaksudkan “ kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallohu ‘Alaihi Wasallam,yakni Alquran. Maka ta’rif Al-kitab, sama dengan ta’rif Alquran.[2]
b.   Alquran
Sedangkan definisi Alquran menurut bahasa adalah : bacaan atau yang dibaca. Alquran adalah mashdar yang diartikan dengan makna isim maf’ul  yaitu “maqru” : yang dibaca.
Menurut Muhammad Ali al-Shabuni, dan telah disepakati oleh para ulama khususnya para ulama ushul fiqih definisi Alquran adala :
القرآن هو كلام الله المعجز المنزل على خاتم الأنبيـــــاء والمرسلين بواسطة الأمــــــين جــــبريل عليه السلام المكتوب فى المصاحف المنقول إليــــنا بالتـــواترالــــمتعبد بتلاوته المبدوء بســورة الفاتحة المختتم بسورة الناس.[3]
Artinya : Alquran ialah Kalam Allah yang (memiliki) mikjizat, diturunkan kepada penutup para Nabi dan rasul, dengan melalui perantara Malaikat Jibril AS, ditulis dalam berbagai mushhaf, dinukilkan kepada kita dengan cara tawatur (mutawatir), yang dianggap ibadah dengan membacanya, dimulai dengan surat Fatihah, dan ditutup dengan surat al-Nas.
c.    Wahyu
Adapun definisi wahyu Syekh Muhammad Abduh :
الوحي : عرفان يجده الشخص من نفسه مع اليقين بأنه من قبل الله بواسطة أو بغير واسطة[4]
Artinya : Wahyu ialah  pengetahuan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan penuh, bahwa pengetahuan itu datang ( berasal) dari Allah Swt, baik (penyampaiannya itu ) melalui perantara atau tidak.
Pengertian senada, dikemukakn oleh al-Sayyad Rasyid Ridha yang memformulasikan wahyu dengan “ Suatu ilmu yang dikhususkan untuk para nabi dengan tidak mereka usahakan dan tidak mereka pelajari. Wahyu adalah suatu pengetahuan yang mereka peroleh dalam dirinyna dengan tidak berijtihat ( lebih dahulu ) yang disertai oelh suatu pengetahuan yang timbul dengan sendirinya dan diyakini bahwa yang mencampakkan ke dalam diri mereka adalah Allah yang Maha Kuasa.[5]

C.    Asal Usul Pengkajian Qur’an Dalam Komunitas awal
Studi Qur’an sudah ada dimasa Nabi Muhammad Saw, tiap-tiap Nabi telah menerima ayat-ayat yang diturunka, Nabi lalu membacanya di hadapan sahabat, serta menyuruh kuttab untuk menulisnya. Dan sekaligus Nabib terngkan pelatakan ayat-ayat itu. Sedemikianlah Nabi perbuat sehingga sempurna lah Alquran itu diturunkan dalam tempo “ dua puluh tiga tahuh lebih kurang” ( 22 tahun 2 bulan 22 hari ).
Diantara sahabat-sahabt Nabi yang menjadi juru tulis yang terkanal adalah : Abu Bakar, Umar bin Khattab, ‘Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Kholid bin Walid, ‘Amr bin ‘Ash, dan lain sebaginya.
Cara para sahabat mempelajari Alquran adalah dengan mengahafal dan  mulai pergi ke kampung-kampung menemui kabilah-kabilah yang telah islam dan megajarkan Alquran. Dan kepada mereka yang telah mempelajadi diberatkan untuk mengajari teman-temannya yang belom mengetahui. Demikian cara para sahabat mempelajari dan mengajarkan Alquran dikala Nabi masih hidup maupun setelah wafat.
Dimasa Abu Bakar As-siddiq mulailah mengumpulkan shuhuf-shuhuf setelah terjadinya peperang Yamamah pada tahun dua belas hijrah, dikarenakan banyak para sahabat penghafal Alquran yang wafat, atas usulan ‘Umar bbin Khattab, karena kekhawatiran Alquran akan musnah sebab peperang itu banyak menggugurkan qari’ dan huffaz. Maka Abu bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabid untuk mencari dan mengumpulkan Alquran dari pelepah kurma, keping-kepingan batu dan hafalan para penghafal. dan akhirnya dijadikan dalam satu mushaf.[6]
Ketika kendali khilafah di pegang ‘Umar, belia selalu mengumpukan kabilah-kabilah arab untuk di periksa hapalannya. Barang siapa yang tidak menghafal barang sedikit dari padanya, didera.[7]
Setalah beberapa tahun dari pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan mulailah para ditinjau kembali shuhuf-shuhuf yang telah di tulis oleh Zaid bin Tsabit. Dan kemudian diperbaharui, sehingga menjadi satu mushaf yang sekarang kita pegangi.
Adapun motivasi ustman dalam mengumpulkan mushaf adalah untuk menyatukan umat dalam hal qiraat. Karena dimasa itu masing daerah membaca Alquran dengan dialek mereka masing masing. Dan bahasa yang disepakati adalah bahasa Quraisy, dengan alasan Alquran diturunkan dengan bahasa quraisy.

D.    Pendekatan-Pendekatan Utama Dalam Studi Qur’an
Dalam mempelajari dan meneliti Alquran ada beberapa pendekatan-pendekatan yang utama yang harus diketahui seseorang yang mempelajari Alquran diantarnya adalah :
1.      Ilmu-ilmu Bahasa arab. Seperti nahu, sharaf, Balaghah, mantik dan lain sebagainya..
2.      Kaedah-kaedah tafsir.
3.      Kemudian ilmu-ilmu keislaman dan keimanan harus dipahami seeorang yang harus belajar Qur’an.

E.     Metedologi Tafsir Qur’an
Metode tafsir Al-Qur’an adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an atau lafadz-lafadz yang musykil yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad saw.
Para ulama telah menulis dan mempersembahkan karya-karya mereka dibidang tafsir ini, dan menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh masing-masing tokoh penafsir, metode-metode yang dimaksud adalah :
a.        Tahliliy (analitik) yaitu : merupakan suatu bentuk tafsir dimana mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum dalam mushaf.[8]
b.       Ijmaliy (global) adalah : Tafsir yang dijelaskan seorang mufassir secara ringkasa makna ayat atau makna ayat-ayat yang ditafsirkannya. Ia juga menyatakan maksud ayat tersebut dan mensyrahkan kehalusan lafal-lafal ayat, sebab-sebab turunnya sehingga nyatalah makna umum ayat tersebut tanpa masuk kedalam uraian yang banyak”.[9]
c.       Muqaran (komparatif) adalah : Berupa penafsiran sekelompok ayat-ayat yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat, antar ayat dengan hadis, baik dari segi isi maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat ulama tafsir denga n menonjolkansegi-segi perbedaan terntentu dari objek yang dibandingkan.[10]
d.      Maudhu’iy (tematik) adalah : Metode tafsir maudhu’i juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan. Secara khusus, penafsir melakukan studi tafsirnya ini dengan metode maudhu’i, dimana ia melihat ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya, dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dan dapat menolak segala kritik.[11]
F.     Tokoh-Tokoh yang Berpengaruh dan Karya-Karyanya dalam Studi Qur’an
Banyak tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam studio qur’an, diantaranya adalah :
1.      Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Alquran
Ibnu Jarir Ath-Thabari  dipandang sebagai salah satu tokoh yang terkemuka yang menguasai banyak disiplin ilmu. Ia telah meninggalkan khazanah keislaman yang cukup besar yang senantiasa dapat sambutan baik disetiap masa dan generasi. Ia mendapat popularitasnya yang luas melalui dua buah karya monumentalnya, Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk, satu kitab yang mengupas tentamg sejarah, dan tafsirnya Jami’ Al-Bayan fi Tafsir Alquran. Kedua buku tesebut termasuk diantara sekian banyak rujukan ilmiah paling penting. Bahkan kitab tafsirnya ini menjadi rujukan utama bagi para mufassir yang menaruh perhatian terhadap tafsir bil-Ma’tsur.[12]
2.      Mafatih Al-Gaib
Adalah Fakhruddin Ar-Razi seorang ulama yang meguasai disiplin ilmu yang sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli dan aqli. Ia memiliki popularitas internasional dan aktif melahirkan karya-karya tulisnya. Diantara karya besarnya adalah tafsir Mafatih Al-Gaib.
Ar-Razi telah mencurahkan perhatian untuk menrangkan kolerasi antara ayat dan surat Alquran satu dengan yang lain, serta banyak meguraikan persoalan fisika, falak, filsafat dan kajian masalah ketuhanan (teologi) sesuai metode dan argument kaum rasional.[13]

Perkembangan Modren dalam Studi Qur’an
G.    Karya-Karya Referensi Modren dalam Studi Qur’an
Para pengkaji studi Qur’an dan para mufassir terdahulu banyak  menyajikan kitab-kitab ulum Alquran maupun tafsir yang dapat diakses dengan kemampuan mereka, baik yang manqul maupun  ma’qul. Adapun karya-karya modren ulama dalam bidang ulum Alquran dianranya :
a.       Kitab-kitab ulum Alquran
1.      Mabahis fi ‘ulum Alquran, karya Syekh Manna Al-Qaththan
2.      Al-burhan fi ‘Ulum Alquran karya Muhammad bin Bahadir Abdullah Az-Zarkasyi
3.      At-Tafsir wa Al-Mufassirun karya Dr. Muhammad Husain Al-Dzahabi
4.      Mu’jam al-Mufahras li Al-Fazhi Alquran karya Muhammad Fuad Abdul Baqi
5.      Gharib Alquran karya Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Kutaibah Al-Dainuri.
6.      Studi Ilmu-ilmu Alquran karya Muhammad Suma
7.     Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar karya Abdul Hayy al-Farmawi
8.     Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyrakat Karya M. Quraish Shihab
9.     DLL
b.      Kitab-kitab tafsir
1.      Al-Jawahir fi Tafsir Alquran karya Syekh Thanthawi Jauhari
2.      Tafsir Al-manar karya Muhammad Abduh
3.      Tafsir fi Zhilal Alquran karya Asy- Syahid Hasan Al-banna ( Sayyid Quthb)
4.      DLL.

H.    Studi Qur’an dikalangan Orientalis
Kontak Timur (Islam) dan Barat pada awalnya lebih didominasi oleh Konflik politik yang kemudian meniimbuklan konflik. Konflik Islam-Barat secara historis dimulai sejak terjadinya Perang Yarmuk dan Ajnadin pada masa kepemimpinan Umar bin al-Khathab dan puncaknya terjadi pada perang Salib tahun  1096 -1291M. [14]
        Studi Al-Quran di Barat untuk pertama kalinya dilakukan oleh kelompok kajian orientalisme yang pada awal kemunculannya bertautan erat dengan latar belakang psiko-historis hubungan Islam dan Barat di Bidang Intelektual, perdangangn, peperangan, dan sebagiannya.
Oleh sebab itu, studi Al-Quran dalam kajian orientalisme tidak hanya berorientasi pada hubungan emosi-intelektual, melainkan juga emosi-politis ketimuran, yakni dalam rangka memperlancar ekspansi politik Barat terhadap Timur.
       Hal ini setidaknya ditandai kehadiran para orientalis di Timur (Islam) yang juga berfungsi sebagai penasehat penjajah, di samping melakukan kajian-kajian ilmiah.
      Secara historis, studi Al-Quran di kalangan Orientalis dimulai sejak kunjungan Peter, Biarawan Cluny, ke Teledo pada abad ke 12. Perhatiannya terhadap Islam yang sangat besar membawanya berkeinginan untuk membentuk tim yang brtugas menghasilkan karya yang secara bersama-samas akan dijadikan landasan kajian akademik keislaman.
      Robert (Robertus Retenesis) dari Ketton, bagian dari anggota tim tersebut berhasil menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Latin pad Juli 1143. Buku ini dan beberapa karya pelengkap lainnya diterbitkan di Bale pada tahun 1543 oleh Bibliander.
                  Terjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris kemudian dilakukan oleh Alexandere Ross dari Skotlandia paa tahun 1649. Pada tahaun 1698, Ludovici Marraci, rohaniawan dari Itali, menghasilkan teks berdasarkan sejumlah naskah dilengkapi dengan terjemahan dalam bahasa Latin. Selanjutnya pada tahun 1734, George Sale menerjemakan Al-Quran ke dalam bahasa Inggris disertai Prelimirinary al-Baidhawy.
                  Pada abad ke 19, kajian Al_Quran di Barat mngalami kemajuan yang pesat, dimulai dari edisi teks Gustav Redslob. Pada tahun 1844, Gustav Weil menulis sebuah karya yang monumental dengan judul Historirische-kristische Einleitung in den Koran.
                  Semua kajian orientalisme klasik merupakan upaya untuk mengaburkan atau bahakan menghancurkan informasii tentang Al-Quran. Antonius Walaeus, pendiri Rektor Semanirium Indicum (1622-1632), menyatakan dalam karyanya Opera Omnia bahwa AL-Quran adalah kitab suci yang disimpangkan dan penuh dengan pemikiran yang saling bertentangan.[15]

I.       Kritik Analisis Terhadap Kajian Orientalis
a.      Masalah Kebenran Al-Quran sebagai Wahyu
Para Orientalis cenderung melihat kebenaran Al-Quran dalam sistem pemikiran yang lebih luas, yakni melihat kebenaran berdasarkan atas fungsi dan manfaat dalam tatanan moral dan sosial. Untuk itu, tidak ada kebenran salah satu agama yang lebih unggul dari lainnya selama ajaran agama tersebut membawa pada tujuan agama secara luas tadi.
Adapun yang berkaitan dengan informasi doktrin ketuhanan yang terdapat dalam Al-Quran, para Orientalis cenderung beralih pada kebenaran yang relative, bukan kebenaran mutlak seperti yang biasanya ditunjukkan oleh kebenaran ajaran semua agama. Artinya dalam hala yang berkaitan dengan doktrin ketuhanan yang tercantum dalam Al-Quran, para Orientalis mengungkap pemikirannya dengan bahasa yang netral yang tidak menolak kebenran pemikiran yang relative.

b.      Masalah Sumberbah
Para Orientalis abad ke 19 secara berlebihan memikirkan upaya untuk menemukan sumber pernyatan-pernyataan Al-Quran. Oleh sebab itu, sejak awal pengkajiannya para orientalis bersusah payah untuk menemukan kesamaan informasi dalam Al-Quran dengan kitab-kitab sebelumnya.  
Pendekatan yang dilakukan orientalis baik pendekatan sosio-historis dan sosio-antropologis.(pendekatan sosio-historis suatu anggapan bahwa masa lampau harus diteliti dengan berpangkal dari masa itu sendiri, bukan dari masa kin atau suatu bagian luar yang menekankan kekhususan dan individualism dari gejala historis)  

J.      Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Alquran adalah sumber utama dalam beramal. Untuk memahami Alquran itu kita tidak terlepas dari yang namanya Ilmu-ilmu yang membahas Alquran dan juga tafsir. Ulumul Quran memiliki kegunaan yang sangat penting bagi pemahaman dan pengembangan kitab suci Alquran, tekstual maupun kontekstual, urgensi ilmu-ilmu Alquran kian mendesak pada era globalisasi saat ini, dimana dunia informasi yang sangat cepat karena kemajuan ilmu pengetahuan  dan teknologi sedikit banyak tidak mungkin lepas begitu saja dari pandangan agama, yang pada intinya adalah berkaitan dengan AlQuran.













DAFTAR BACAAN

al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Al-Qaththan,  Manna’.  Pengantar Studi Ilmu Alquran. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar ,2006.
Al-Qaththan , Manna’. Mabahits fi-‘Ulumil-Qur’an. 1393 H/1973 M
Ash Shiddieqy, M. Hasbi.  Sejarah Pengantar Ilmu Alquran/Tafsir.Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1990.
al-Shabuni, Muhammad Ali.  al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an.  Damsyik-Siriya : Maktabah al-Ghazali,1401H/1981 M.
As-Shalih,  Subhi. Mabahits fi Ulumil Qur’an. Beirut-Lubnan : Darul ‘Ilmi Lilmalayayn,1988.
Suma, M. Amini.  Studi Ilmu-ilmu Alquran (1). Jakarta : Pustaka Pirdaus, 2000.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyrakat. Bandung : Mizan1992.
Zuhri, Muhammad.  Studi Alquran dan Tafsir ,Sebuah kerangka awal. Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006.
Zenrif, Mf. Sintesis Paradigma Studi Al-Quran. Malang : UIN Malang Press,2008.


[1] Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Alquran, ( Jakarta : Pustaka Al-Kautsar ,2006).hlm. 20.
[2] M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Alquran/Tafsir, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1990),hlm. 1.
[3] Muhammad Ali al-Shabuni, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an,( Damsyik-Siriya : Maktabah al-Ghazali,1401H/1981 M), hlm. 6.
[4] M. Amini Suma, Studi Ilmu-ilmu Alquran (1), (Jakarta : Pustaka Pirdaus, 2000).hlm. 24.
[5] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/Tafsir, (Jakarta : Bulan Bintang, 1974), hlm. 26.
[6]  Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Alquran, hlm. 161.
[7] Ibid, hlm. 73-74.
[8] M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyrakat (Bandung : Mizan1992),hlm. 86.
[9] Muhammad  Zuhri, Studi Alquran dan Tafsir ,Sebuah kerangka awal  ( Jakarta : Hijri Pustaka Utama, 2006), h. 196.
[10] Ibid,. 202.
[11]Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 36-37.
[12] Al-Qaththan, Studi Ilmu Alquran,.hlm. 453.
[13] Ibid, hlm. 457-458
[14]Mf. Zenrif, Sintesis Paradigma Studi Al-Quran, ( Malang : UIN Malang Press,2008), hl. 81.
[15] Ibid.,hl.83.

1 komentar:

  1. Asslamu'alaikum..
    Bang Adzka, Mohon Izin share ya.. kebetulan ane juga dapet tugas serupa, tapi anehnya kok bisa sama persis ya bang?
    Ane pastiin cantumin sumbernya kok bang, Makasih banyak ya :)

    Salam kenal
    KDJ

    BalasHapus