BAB
I
PENDAHULUAN
Ilmu ‘ilal al-hadis
Ilmu ‘ilal al- hadis adalah Ilmu yang membahas sebab-sebab tersembunyinya
shahih atau tidak shahinya suatu hadis, hal ini yang dapat menyebabkan cacatnya
hadis yang secara lahiriah barangkali tidak kelihatan. [1]
Menurut pendapat lain juga, ‘ilal
al-Hadis adalah ilmu yang menerangkan sebab yang tersembunyi, tidak nyata, dan
dapat mencacatkan hadis yaitu menyambung yang munqathi’, merafa’kan yang
mawquf, mamasukkan suatu hadis kedalam hadis yang lain dan yang serupa itu.
Semuanya ini bila diketahui, dapat merusakkan suatu hadis, ilmu ini
semulia-mulia ilmu yang bekaitan dengan hadis dan sehalus-halusnya tidak dapat
diketahui penyakit-penyakit hadis melainkan oleh ulama yang mempunyai
pengetahuan yang sempurna tentang martabat-martabat perawi dan mempunyai
ingatan yang kuat terhadap sanad dan matn hadis.
Diantara ulama yang menulis ilmu ini ialah :
- Ibnul Madaniy ( 234 H )
- Ibnu Abi Hatim ( 327 H )
Kitab beliau ini disebut kitab ’ilal al-hadis dan
diantara yang menulis kitab ini adalah
al-Imam Muslim ( 261 H ), ad-Daraquthny ( 375 H ) dan Muhammad ibn Abdillah
al-Hakim.[2]
BAB
II
Pembahasan
‘ilal al-hadis
- Pengertian ‘ilal al-hadis
Menurut bahasa i’lal adalah penyakit المرض ) ) yang berasal dari kata ‘ulla-ya’illa-i’talan ( علّ – يعلّ – واعتلّ ) artinya penyakit yang
disebabkan karena cacat dan di qiyaskan dengan kata ma’alun-mu’allalun ( معل -
معلل ).
Akan tetapi sebagian Ulama
hadis dan sebagian ahli bahasa kata ma’lul
Sementara
itu menurut pendapat lain hadis ’ilal ism maf’ul ( معلول )
dari mu’al atau yang dicacatkan. Adapun nama lain dari mu’al ( معل ) adalah ma’alun dan mu’alalun ( معلل ). Kata mu’alalun ( معلل )banyak dipakai Ulama hadis,
sedangkan ma’lulun ( معلول )jarang dipakai, disebabkan penggunaan bahasa yang
dinilai dhaif atau lemah secara bahasa.[4]
Pendapat
lain mengatakan ’ilal hadis secara bahasa artinya penyakit, sebab alasan atau
halangan. Dengan demikian, tidak ’ilalnya hadis tersebut tidak berpenyakit,
tidak ada sebab yang melemahkannya dan mengahalanginya.
Sedangkan
menurut istilah ’ilal adalah suatu sebab yang tidak nampak atau samar-samarnya
yang dapat mencacatkan keshahihan suatu hadis. Dengan demikian, jika dikatakan
hadis tersebut tidak ber’ilal, berarti hadis tersebut tidak memiliki cacat,
adapun yang dimaksud samar-samar, karena jika dilihat dari segi lahirnya, hadis
tersebut terlihat shahih. ’Ilal hadis mengakibatkan kualitas hadis menjadi
lemah, tidak shahih.[5]
Menurut istilah hadis ’ilal menurut
istilah hadis ialah sebab yang tersembunyi yang merusakkan kualitas hadis.
Keberadaan hadis ’ilal yang pada lahirnya terlihat berkualitas sahih menjadi
tidak sahih.[6]
- Objek ’ilal al-hadis
ü Menurut pembagiannya ’ilal al-hadis ada 3 macam yaitu :[7]
a. ‘ilal
hadis pada sanad
Pengertian
’ilal disini bukanlah pengertian umum tentang sebab kecacatan hadis, misalnya karena
periwayatan pendusta atau tidak kuat hafalan. Melainkan cacat yang dapat
mengakibatkan juga lemahnya sanad. Periwayatan yang cacat dapat pula memberi
petunjuk keterputusan sanad.
Terhadap cacat umum tersebut ulama
tidak mengalami kesulitan untuk menelitinya, sedangkan terhadap ’ilal yang
pembahasan lebih khusus tidak banyak ulama hadis yang mampu menelitinya.
Karena, hadis yang ber’ilal tampak berkualitas shahih.[8]
Dalam
hubungan ini, ’Abd al-Rahman bin Mahdiy, (wafat 194H / 814 M) menyatakan, untuk
mengetahui ‘ilal hadis diperlukan intuisi (ilham). Sebagian Ulama menyatakan,
orang yang mampu meneliti ’ilal hadis hanyalah orang yang cerdas, memiliki
hafalan hadis yang banyak, paham akan hadis yang dihafalnya, mendalam
pengetuhaunnya tentang berbagai tingkat ke dhabithan periwayatan dan ahli di
bidang sanad dan matn hadis. Al-Hakim al-Naysabury berpendapat, acuan utama
penelitian ’ilat hadis ialah hafalan, pemahaman dan pengetahuan yang luas
tentang hadis. Semua pernyataan Ulama ini memberikan petunjuk bahwa penelitian
’ilal hadis sangat sulit.
Menurut
’Aliy bin al-Madiniy dan al-Khatib al-Baghdady, untuk mengetahui ’ilal hadis,
terlebih dahulu semua sanad yang berkaitan dengan hadis yang diteliti
dihimpunkan. Hal ini dilakukan, bila hadis yang bersangkutan memiliki tawabi’
dan syawahid.
Sesudah
itu, seluruh rangkaian dan kualitas periwayat dalam sanad itu diteliti
berdasarakan pendapat para kritikus periwayat dan ’ilal hadis. Dengan jalan
demikian baru dapat ditentukan, apakah hadis tersebut ber’ilal ataukah tidak
ber’ilal.
’Ial
hadis, sebagaimana juga syudzudz hadis, dapat terjadi di matn , di sanad, atau
di matn dan sanad sekaligus , Akan tetapi yang ternbayak, ’ilal hadis terjadi
di sanad.
Al-Hakim
telah mengemukakan sepuluh macam contoh hadis yang mengandung ’ilal. Kesepuluh
macam hadis itu tampak berkualitas sahih, pada hal setelah diteliti lebih
mendalam, ternyata sebagian besar hadis dimaksud sanad nya terputus dan
sebagian lagi periwayatan lemah. Adapun contoh hadis yang dinyatakan ber-‘ilal
oleh al-Hakim. tesebut disannggah oleh al-‘Iraqy dan sanggahan itu disetujui
oleh Ahmad Muhammad Syakir. Hadis yang oleh al-Hakim dinyatakan ber’ilal tetapi
oleh al’Iraqy dinyatakan tidak ber’ilal itu bunyi sanad dan matn sebagai
berikut :
حدّثنا أبو العباس محمّد بن
يعقوب قال : ثنا محمّد إسحاق الصغانى قال : ثنا حجاج بن محمّد قال , قال ابن جريج
عن موسى بن عقبة عن سهيل بن أبى صالح عن أبيه عن أبى هريرة عن النبي صلّى الله
عليه وسلّم قال : من جلس مجلسا كثر فيه
لغطه فقال قبل أن يقوم : سبحانك اللهمّ وبجمدك لا إله إلا أنت أستغفرك
وأتوب إليك إلا غفر له ما كان في مجلسه ذلك.[9]
Telah memberitakan kepada kami Abu al-‘Abbas Muhammad bin Ya’qub, telah
memberitakan kepada kami Muhammad bin Ishaq al-Shaghaniy. Dia (al-Shaghaniy) berkata, telah memberitakan
kepada kami ( Hajaj ) menyatakan, telah memeberitakan kepada kami Hajajj bin
Muhammad. Dia ( Hajjaj ) menyatakan, telah berkata Ibn jurayj, ( riwayat
berasal ) dari Suhayl bin Abi Shali, dari ayahnya, dari Aby Hurairah, dari Nabi
Saw, sabdanya : ” Barang siapa yang duduk di suatu mesjid yang didalamnya
banyak kegaduhan, kemudian sebelum berdiri dia mengucapkan ”Subhanaka allahumma
wa bi hamdika la illa Anta astagfiruka wa atubuilaiKa’ (Maha Suci Engkau ya
Allah dan dengan puji-Mu, tidak ada tuhan kecuali Engkau, aku mohon ampun dan
bertobat ke hadirat-Mu) maka dia diampuni dosanya selama dia berada dalam
majelis itu.
Penilaian
al-Hakim didasarkan pada hasil penelitian al-Bukhariy. Menurut al-Bukhariy,
Musa bin Uqbah tidak pernah mendengar atau menerima hadis dari Suhayl bin Abi
Shalih. Periwayat yang menerima hadis dari Suhayl ialah Musa bin Ismail.
Karenanya, hadis atau sanadnya mengandung cacat atau ’ilal. Dalam hal ini
terputusnya antara Musa bin ’Uqbah dengan Suhyl bin Abi Shalih.[10]
’ilal
al-hadis pada sanad banyak juga ditemukan di sanad hadis maupun di matb hadis,
seperti contoh diatas, tetapi adakalnya cacat pada sanad tidak terdapat pada matn. Contoh :
حديث : إبن جريج عن عمران بن أبى أنس عن
مالك بن أوس بن الحدثان عن أبي ذر قال : قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم :
" فى الابل صدقتها , و فى الغنم صدقتها
, وفى البقر صدقتها , وفى البرّ صدقتها " .[11]
Artinya :
Dari Ibnu Juraij
dari ‘Imran bin Abi Anas dari Malik bin
Ais al-Haddasan dari Abi Zarr berkata ia : Rasullah SAW bersabda : “ Pada Unta
itu ada sedekahnya, dan kambing itu ada sedekahnya, dan pada Lembu itu juga ada
sedekah, dan pada gandum itu ada sedekah.”
c. ’ilal
hadis pada matn
Contoh ’ilal hadis pada matn :
حديث : عبد الله بن مسعود قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم : " الطيرة من الشرك , وما منا إلا , ولكنّ الله يذهبه باالتوكل " . [12]
Congkak atau sombong termasuk dari syirik, dan hal tersebut bukan
termasuk golangan kami (Rasulullah atau orang-orang yang beriman). Kecuali mereka mohon ampun kepada Allah
dengan bertawakal.
- ’ilal hadis pada sanad dan matn
) ما أخرج النسائى وإبن ماجه(
من حديث بقيّة عن يونس عن الزهري عن سالم عن ابن عمر عن النّبي صلّى الله عليه و
سلم قال : " من أدرك ركعة من صلاة الجمعة وغيرها فقد أدرك ". [13]
Artinya :
Di riwayatkan oleh ( An-Nasai dan Ibnu Majah )
dari hadits Baqiyyah dari Yunus dari Az-Zuhri
dari Salim dari Ibnu Umar dari Nabi SAW berkata ia : ” Barang siapa yang
meninggalkan satu rakaat dari shalat Jum’at dan selainnya maka ia telah
meninggalkan solat itu ”.
- Sejarah awal dan perkembangannya ’ilal al-hadis
Pada abad kedua Hijriah perkembangan ilmu penegtahuan Islam peasat sekali
dan telah melahirkan para imam mujtahid di berbagai bidang, di antaranya di bidang
fiqh dan ilmu kalam. Pada dasarnya para imam mujtahid tersebut, meskipun dalam
berbagai hal mereka berbeda pendapat, mereka saling menghormati danmenghargai
pendapat masing-masing. Akan tetapi, para pengikut ke tiga Hijriah,
berkeyakinanbahwa pendapat gurunya(imamnya)lah yang benar, dan bahkan hal
tersebut sampai menimbulkan bentrokkan pendapat yang semakin meruncing.Diantara
pengikut mazhab yang fanatic, akhirnya menciptakan hadis-hadis palsu dala
rangka mendukung mazhabnya dan menjatuhkan mazhab lawannya.
Di antara mazhab Ilmu Kalam, khususnya Mu’tazilah, sangat memusuhi ulama
hadis sehingga terdoronguntuk menciptakan hadis-hdis palsu dalam rangka
memaksakan pendapa mereka. Hal ini terutama setelah Khalifah al-Ma’mun berkuasa
dan mendukung golongan Mu’tazilah.
Perbedaan pendapat mengenai kemahlukan al-Quran menyebabkan Imam ibn Hanbal,
seorang tokoh ulama hadis, terpaksa di penjarakan dan disiksa. Keadaan ini
berlanjut terus menerus pada masa pemerintahan al-Mu’tashin (w.227 H ) dan
al-Wastiq (w.232 H ) dan barulah setelah pemerintahan Khalifah al-Mutawakkil,
yang mulai memerintah pada tahun 232 H, keadaan berubah dan menjadi positif
bagi ulam hadis.
Penciptaan hadis-hadis palsu tidak hanya dilakukkan oleh mereka yang fanatic mazhab, tetapi
momentum pertentangan mazhab tersebut dimanfaatkan ileh kaum zindik yang sangat
memusuhi Islam, untuk menciptakan hadis-hadis palsu dalam rangka merusak ajaran
Islam dan menyesatkan kaum Muslimin.[14]
Ø
Upaya Melestarikan Hadis
a.
Perlawatan ke daerah-daerah
b.
Pengklasifikasian hadis kepada
marfu’, mawquf, maqthu’
c.
Peyeleksian kualitas hadis dan
pengklasifikasiannya kepada, shahih, hasan dan dhaif.
- Kedudukan dan Urgensi
- Nasihat untuk agama
- Menjaga Sunnah nabi Muhammad Rasulullah saw
- Untuk memisahkan atau membedakan apa yang terdapat di dalam diri seorang perawi dari kesalahann, lupa dan keraguan pada dirinya
- Untuk membedakan mana hadis yang cacat dan mana hadis yang terhindar dari cacat.[15]
- Perbedaan pendapat Ulama
Ulama hadis umumunya
menyatakan,’ilal hadis kebanyakan berbentuk[16]
:
- Sanad tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil tetapi mwquf
- Sanad yang tampak muttashil dan marfu’, teryata muattasil tetapi mursal (hanya sampai ke al-tabi’iy)
- Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain
- Terjadi kesalahan penyebutan periwayat, karena ada lebih dari seorang periwayat memiliki kemiripan nama sedang kualitasnya tidak sama-sama siqat.
Pada sanad hadis yang disebutkan diatas pada bagian pertama merupakan
sanad ahdis terputus, untuk bagian yang kedua ’ilal yang disebutkan terakahir
berupa periwayat tidak dhabith.
‘ilal al-hadis adalaha kitab-kitab
hadis yang disusun untuk menghimpun hadis yang memiliki cacat, disertai
penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini bagi para
muhadissin merupakan puncak prestasi kerjanya karena pekerjaan ini membutuhkan
ketekunan, kerja keras dan tabah dalam waktu yang cukup panjang dalam meneliti
sanad, memusatkan pengkajian, dan mengulanginya untuk mendapatkan kesimpulan
atas samara-samar yang terdapat hadis tersebut sehinnga terlihat pada bentuk
luarnya mengesankan bahwa hadis bersangkutan shahih.[17]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Ø Ilmu ‘ilal al-hadis merupakan ‘ilmu yang sangat penting, ‘ilmu
ini tumbuh dan berkembang esuai keadaan yang terjadi pada saat itu, banyak
hadis-hadis palsu yang tersebar, sehinngga perlu meneliti hadis-hadis palsu agar
tidak tercampur dengan hadis yang shahih.
Ø Hadis cacat adalah hadis yang tersembunyi secara kecacatannya,
apabila hanya dilihat secara zhahir tentu tidak terlihat kecacatan hadis
tersebut, perlu ketelitian dalam meneliti hadis yang dianggap cacat.
Ø Hadis cacat adalah hadis yang tidak bisa dijadikan hujjah,
karena sanad yang tidak bersambung hanya akan menimbulkan kedustaan dalam
menyampaikan hadis, begitupula matn yang cacat, karena matn yang cacat,
termasuk aneh tidak masuk akal tentulah tidak bisa dijadikan hujjah..
DAFTAR
PUSTAKA
Ash-Shiedieqy,
M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis. 1954. Jakarta : Bulan Bintang
Ismail, M. Syuhudi.
Kaedah Keshahihan Sanad Hadis. 1995. Jakarta
: Bulan Bintang
Muhammad Ajjaj al-Khatib. Ushul al-Hadis. 1981.
Beirut :Dar
Fikri
Nuruddin ITR. Manhaju Naqdli fil Ulumul Hadis, 1997. Beirut : Dar Fikri
Nuruddin ITR.
Ulum al-Hadis 1. 1997. Bandung.
PT Remaja Rosdakarya
Syarif Mahmud
al-Qudhah. al-Manhaj hajul hadis fil uluml hadis . 2003. Kuala Lumpur : Dar tajadid
at-Toba’atu wa nasru wa tarjamtu
Wahid, Ramli
Abdul. Studi Pengantar Ilmu Hadis. 2005. Bandung : Cita Pustaka Media
Yuslem, Nawir.
Ulumul Hadis. 2001. Jakarta
: PT Mutiara Sumber Media
[1] Prof.
Dr. H. Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis, (Bandung : Cita Pustaka, 2005), hl.128.
[2] M. Hasbi
Ash Shieddieqy, Sejarah danPpengantar Ilmu Hadis (Jakarta : Bulan
Bintang,1954), hl.160-161.
[3] Muhammad
‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, (Beirut :Dar al-Fikr,1981),hl.291.
[4] Dr.
Syarif Mahmud al-Qudhah,al-Manhaj hajul hadis fil uluml hadis (Kuala Lumpur : Dar tajadid
at-Toba’atu wa nasru wa tarjamtu,2003), hl.143.
[5] Prof.
Dr. H. Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadis,op.ci.t,hal.170.
[6] Prof.
Dr. H. M. Syuhdi Ismail, Kaedah Keshihan Sanad hadis, (Jakarta : Bulan
Bintang, 1995), hl.116.
[7] Dr.
Nuruddin ITR, Manhaju Naqdil fil Ulumu Hadis, (Dar Fikri : Beirut,1997),
hl.447
[8]
ibid.,hl.448
[9] ibid.,
[10]
ibid.,hl.449.
[11]
ibid.,hl.450
[12]
ibid.,hl.451
[13] ibid.,
[14] Dr.
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta
: PT Mutiara Sumber Widya, 2001),hl.133-134.
[15]
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadi.,293.
[16] Prof.
Dr. H. M. Syuhdi Ismail, Kaedah Keshihan Sanad hadis.,hl.149.
[17] Dr.
Nuruddin ITR, Ulum al-Hadis 1, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
1997),hl.194.,
good...
BalasHapusTes
BalasHapus